Kalau ada rencana bulan madu dengan suasana kebun di tengah hutan, atau sekadar refreshing dari penat pekerjaan, silakan datang ke kebun ayahku, di sana akan kau dapati ketenangan dari ingar bingar kota, berganti dengan lafaz-lafaz alam yang menenangkan jiwa.

Seorang kawan ayahku sehabis pensiun tahun kemarin, nyaris Dua kali sebulan dari Makassar menyambangi kebun ayah, dibawanya istri dan anak-anaknya, ia pun bebas menggunakan fasilitas rumah (kami sebut villa biar keren) kebun, setiap datang tak pernah alpa ke sungai di kaki kebun, sungainya terisolasi dari cengkaman warga desa, wajar saja karena kiri kanan sungai hanya tebing terjal.

'Villa' di kebun lumayan besar, bisa menampung keluarga besar kami, 5 anak, 5 menantu, 18 Cucu yang masih kecil-kecil, bentuknya rumah panggung khas kampung, ukurannya kurang lebih 5 meter kali 9 meter, di dalamnya ada 2 kamar tidur untuk beristirahat, cukup nyaman, tak heran ayah ditemani mamak lebih sering menginap di villa andalannya itu.

Urusan masak-memasak di villa, dapurnya lengkap, boleh memilih menggunakan kompor gas atau tungku dan kayu bakar, kalau mau rasakan sensasi berbeda silakan pakai kayu bakar saja, kesan alaminya dapat, hidupkan bara dengan meniupnya pakai pipa bambu.

Soal bumbu masak, silakan kalau mau meracik dahulu kemudian dibawa ke kebun, seperti istri kawan ayahku, bumbu coto, sop ubi, ataupun kari, sudah diraciknya di Makassar lalu berangkat, yah memang lebih praktis daripada meraciknya di kebun, sisa menambahkan bahan alami saja yang ada di kebun sebagai pelengkap.

Oh iyah, sensasi alami hidup di tengah hutan bagi pasangan bisa sangat romantis, kalau mau bikin sop ubi, silakan suaminya cabut ubi sendiri, sang istri silakan menunggu di 'villa' sambil meracik bumbunya, atau boleh juga melakon sebagai peladang, menyiangi tanaman di kebun ayahku, biarkan peluh mengalir, merasai hidup bekerja di kebun, itung-itung bantu pekerjaan ayahku di kebun.

Di kebun, ayahku sambilan memelihara lele, ada 3 kolam terbuat dari terpal, sering kali kami nikmati makan siang dengan lele bakar, nikmat tiada tara dengan cabe segar ditumbuk dengan garam dan perasan jeruk nipis. Kalau anda mau, silakan menyerok sendiri lelenya di kolam, ayahku tak menjualnya, kecuali ada yang mau beli, yah lumayan kalau ada buat beli butiran pakannya atau menambah bibit lelenya.

Jika menginap di kebun tak perlu takut gelap, listrik PLN dengan kabel 700 meter dari desa menjangkaunya, makanya 'villa' kami ada TV dan lemari pendingin, AC tak perlu, udara sudah cukup dingin di sana. Dan, kalau kebelet buang air, jangan dulu rusuh hati, apalagi berpikir harus ke semak-semak membuang hajat, 'villa' sudah dilengkapi toilet ber-SNI, seperti yang umum digunakan di Indonesia.

Pagi tadi terbersit rencana di antara kami jamaah masjid Quba Pangkep untuk wisata religi di sana, sudah biasa bahas kitab hadits di masjid ba'da subuh atau ba'da magrib, sesekali ajak ustaz (pak Imam) refreshing, tapi tetap bisa berbagi ilmu kepada kami, beberapa jamaah lain sudah penasaran dengan suasana kebun, apalagi beberapa ada yang hoby naik sepeda, salah satu kawan jamaah malah menantang agar sepedaannya jangan di aspal terus, medan ekstrim perlu dicoba, tapi hanya dibalas senyum karena hanya sekadar bercanda.

Di saat bersamaan, kakak lelakiku mengirim foto sedang perjalanan ke kebun, ia lagi liburan di kampung, pagi buta sudah bertandang ke kebun ayah, seperti biasa, tak luput mencari pisang di kebun sebagai ole-ole sekembalinya ke Makassar, istrinya sangat suka pisang lasse', pisang yang bagi warga desa enaknya nomor sekian, lebih banyak berakhir jadi dampo' (pisang dikeringkan) karena rasanya tidak seenak pisang susu, dan teksturnya tak cocok digoreng seperti pisang raja ataupun pisang kepok, kecuali dijadikan dampo' setelah dijemur.

Kabar gembira juga karena rambutan di kebun ayah sudah berbuah, katanya sebulan lagi matang buahnya, ini buah pertama dan untungnya yang berbuah tidak hanya satu pohon.

Semoga saja masih sempat pulkam dan kembali bisa menikmati jiwa yang merdeka, menyelami jernih air sungai, gema kerikil di dasarnya, nada desiran angin hutan, sahutan burung dan lafaz-lafaz alam yang selalu dirindu.