Jumat, 27 Oktober 2017

‘AIN DAN EPIDEMI BAHAGIA KEMAYAAN



Gelas kaca yang indah pun bisa pecah kala dipuji tanpa menyebut nama Allah, benda tak bernyawa, lalu bagaimana anak-anak kita, atau kita sendiri yang haus pujian dari unduhan foto di dinding rumah maya, panggung terbuka riuh tepuk tangan, sungguh godaan berat di media sosial berjejaring menghindari pintu masuknya penyakit 'ain melalui foto maupun semacamnya.

Penyakit ‘ain adalah penyakit pada badan maupun jiwa yang disebabkan oleh pandangan mata orang yang dengki, atau pandangan takjub/kagum yang tak disertai tutur hati asma Allah, sehingga dimanfaatkan oleh setan dan bisa menimbulkan bahaya bagi orang yang terkena.

'ain bisa terjadi pada siapa saja, tak memandang kita sedang bahagia atau sedih, tak memandang sudah menikah atau masih jomlo, dewasa maupun masih kanak, sekali Allah kehendaki ia pun menjadi takdir pasti.

Beberapa waktu lalu sempat baca berita online, medsos menjadi penyebab tertinggi angka perceraian (newsdotliputan6dotcom, 6 Oktober 2017). Kalau semata karena perilaku selingkuh salah satu pasangan seperti yang diberitakan wajar saja digugat cerai, tapi terkadang kesalahpahaman kecil jadi pemantik terbakarnya rumah cinta yang dibangun berpayah sejak ikatan suci bermula di depan penghulu. Dan, karena masalah sepele terkadang sulit mencari penyebab utama keretakan sebuah rumah tangga.

Bisa ada 'ain yang tak disadari, dari pandangan mata kekaguman tak diikuti nama Allah menyaksikan foto-foto unggahan di medsos menunjukkan pada warganet kebahagian suami istri sedang berlibur, sedang makan malam atau lebih dari itu kecupan sayang di depan cermin kamar, romantis dan tampak sempurna kebahagian yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Ain itu benar adanya, andaikan ada sesuatu yang dapat mendahului takdir maka ‘ain akan mendahuluinya, dan apabila kalian diminta untuk mandi maka mandilah.” [HR. Muslim dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma]

Nah, bahayanya 'ain karena tak tampak penyebabnya, boleh jadi anak-anak kita tiba-tiba saja menangis, demam, atau terjatuh dan terluka parah. Atau, kadang kala kita sakit, sesak misalnya, lalu memeriksakan diri ke dokter, tapi dokter tak menemu penyebab sakit yang diderita.

Bukan hanya sakit badan, jiwa pun bisa terkena 'ain, tetiba saja bersedih, gundah, hati gelisah, bahkan dari cinta menjadi benci, suami istri tiba-tiba bertengkar hanya persoalan sepele, maka jangan heran jika suami istri beradu ego di meja hijau bersidang cerai tapi tak tahu jelas alasan syar'i bercerai saat ditanya oleh sang hakim, di langit hati masing-masing masih bergelantung harap terus bersama, merajut kembali benang kebahagiaan.

Tentu tidak semua pandangan dimanfaatkan setan mengalirkan penyakit 'ain, tapi lebih baik membentengi diri dari musuh nyata yang telah Allah pastikan, tak mungkin musuh memberi kebaikan, apalagi bukan sembarang musuh, tapi musuh dunia akhirat.

Era yang semakin canggih membuka ruang seluas-luasnya bagi kita menjembatani setan mengirimkan keburukan dari pintu 'ain, media sosial daring begitu berpengaruh pada interaksi sesama melalui komunikasi jaringan komputasi nirkabel, gambar dengan mudah terkirim, ribuan gambar menyatu dan tercipta video yang bisa disaksikan dari belahan dunia lain, hampir tak ada lagi jarak dan waktu jadi pemisah di era informasi digital.

Era informasi sedikit banyak memengaruhi perubahan gaya hidup atau live style secara drastis, dulunya kebahagiaan cukup dinikmati bersama di lingkungan rumah tangga, atau kala sedang berkumpul dengan keluarga besar, orang lain tak punya akses menyaksikan kebahagiaan keluarga di ruang-ruang keluarga, ruang pesta dan sebagainya. Kini, begitu mudah kita menyaksikan kebahagiaan orang lain, bahkan sampai urusan kebahagiaan dalam kamar. 

Hadirnya media sosial berbasis jaringan internet memudahkan manusia saling berhubungan jarak jauh, memudahkan tersebarnya informasi untuk diketahui khalayak, aktifitas keseharian dapat diunggah dan disaksikan oleh jutaan orang dalam waktu singkat. Sungguh kecanggihan yang tak dapat dielakkan.

Namun, kecanggihan teknologi yang berjuta manfaat tak bisa diharapkan terbebas dari dampak negatif, khususnya bagi yang menggunakan teknologi dengan tidak bijak, dimana kebebasan berinteraksi yang tak terbatas membuka peluang terjadinya kejahatan disadari maupun tidak, yang terlihat maupun gaib.

Hadirnya media sosial tak hanya memudahkan mencapai kesuksesan dan kebahagian, tetapi juga melegitimasi kebahagian, kesenangan, perasaan gembira menjadi bukan lagi milik kita seorang, perlu mengabarkan ke orang lain dan menunggu tanggapan balik agar kebahagiaan menjadi sempurna.

Kita perlu berhati-hati dan bijak menggunakan media sosial, tak semua harus orang lain saksikan, tak semua mesti butuh perhatian dari orang lain, menikmati kebahagian misalnya bersama suami atau istri yang sudah menikah, kecantikan atau keelokan paras anak-anak atau yang dicinta, tak usah diperlihatkan guna menambah kebanggaan dan kebahagiaan.

Mengabarkan kegembiraan, baik karena mendapatkan kesuksesan maupun kebanggaan atas anugerah diri dari segi fisik menjadi epidemi penjangkitan bahagia tak sempurna, ada denting keresahan bergantung bagaimana respon dari orang lain. Akhirnya bahagia kemayaan bukan hanya melegitimasi kabahagiaan menjadi kuasa orang lain, tapi juga membuka celah pandangan mata dimanfaatkan setan menjadi katalisator penyakit ‘ain menjangkiti.

Sekilas ini terkesan mengada-ada atau sulit diterima oleh akal, akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa ‘ain adalah nyata dan ada. Olehnya itu lebih baik berhati-hati, mengunggah gambar diri di medsos sebaiknya untuk hal-hal yang seharusnya, karena kita tidak tahu dari pandangan siapa yang menimbulan penyakit ‘ain, semoga keselamatan dan kesehatan senantiasa Allah anugerahkan.
#cerminhidup
#sinyaldarilangit

Sabtu, 14 Oktober 2017

POLIGAMI, DIRINDU DAN DIBENCI

Warganet kembali geger dengan kabar poligami Ustaz Arifin Ilham yang menikahi janda untuk jadi istri ke-3. Janda usia 37 Tahun, masih cukup muda untuk melahirkan keturunan.

Mendengar kata janda, para penentang poligami yang dipraktikkan sang ustaz sekiranya tak perlu membully-nya seperti kala pertama melakukan poligami dengan menikahi seorang gadis masih muda.

Banyak yang menyayangkan beliau saat pertama kali berpoligami, apalagi karena menikahi perempuan muda. Ada yang menulis harusnya menikahi perempuan tua atau janda untuk melindunginya.

Dan, kala kemudian kembali menikah yang ke-tiga, yang dinikahi adalah janda, tapi tetap saja para penentang tak setuju. Dianggapnya sang ustaz hanya uantuk memuaskan nafsu "selangkangan", jauh dari dakwah sunnah Rasul yang dibolehkan.

Bahkan, salah satu media online merangkum amukan warganet mengkritik sang ustaz, judulnya "Punya 3 Istri, Ustadz Arifin Ilham diminta nikahi janda tua", lah ternyata bukan soal janda atau gadis yang diributkan selama ini, tetapi usia harus jompo.

Beberapa komentar yang dikutip adalah memintanya menikahi janda usia 60 Tahun. Sebaiknya mari kita baca dalil tentang bolehnya poligami, dalam firman-Nya,
"Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi masing-masing dua, tiga, atau empat—kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, kawinilah seorang saja—atau kawinilah budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya. (QS an-Nisa’ [4]: 3)".

Ayat ini menunjukkan bahwa menikah lebih dari satu dibolehkan, sampai 4 bahkan. Lalu dijelaskan kalau takut atau dengan kata lain belum mampu berlaku adil, sebaiknya menikahi satu saja.

Kita kesampingkan dahulu kata mampu berlaku adil pada ayat di atas, arena adil adalah relatif. Pun, setiap orang beda kemampuan dalam berlaku adil, apakah mampu benar adil dalam menafkahi lahir batin atau malah berbuat aniaya. Pun, ini relatif, bukan soal satu atau punya empat istri, karena kembali ke kemampuan seseorang, karena kalau satu adalah jaminan tak berbuat aniaya, maka tak ada perceraian yang memisahkan cinta terikat pernikahan.

Perlu juga memperhatikan ayatnya bahwa dianjurkan menikahi wanita-wanita yang disenangi, dan ada banyak faktor seorang perempuan pantas disenangi. Menikah adalah untuk mendapatkan keturunan guna memperbanyak generasi Islam. Lalu kalau syaratnya menikah poligami harus yang renta, bagaimana peluangnya perempuan menopause bisa melahirkan.

Selain itu, hikmahnya menikah memperluas ladang pahala, tak terhitung pahala berganda bagi Istri melayani seorang pemimpin yang tak lain adalah suaminya, bagaimana mungkin nenek-nenek bisa melayani suaminya dengan baik.
Meributkan poligami dengan kebencian sebenarnya adalah panggung orang-orang yang tak mampu berpoligami namun ada keinginan mendua, tak perlu malu karena lelaki sangat dimengerti punya naluri mendua.

Hanya saja, bagi penentang poligami, biasanya memang belum mampu berpoligami, seperti orang yang sirik dengan harta, tak pernah merasakan kebahagiaan dari harta yang Allah berikan berupa mobil karena ada orang lain yang terlihat lebih nyaman dengan rezeki mobil lebih mewah. Bahkan, kebahagiaan berumahtangga pun akan sirna jika parameter kebahagiaan pada apa yang dimiliki orang lain.

Wajar jika perempuan ada yang tak sepakat poligami, itu karena ia pun belum mampu dipoligami, dan tentu saja kemungkinan suaminya pun belum mampu poligami, hanya sebatas mentok di pikiran. Tetapi, banyak perempuan yang tak mau dipoligami tapi tak menentang ataupun mencaci pelaku poligami, apalagi kalau melihat seorang perempuan yang dipoligami membolehkan suaminya menikah lagi.

Banyak yang merindukan bisa berpoligami, tapi hasratnya harus pupus karena ketidakmampuannya memantaskan diri berpoligami. Bukan soal harta semata, tapi iman dan keilmuan yang mumpuni menjalani tanggungjawab maha berat itu. Makanya, kegagalan berumahtangga banyak disebabkan tipisnya iman dan rendahnya ilmu.

Cukuplah mengambil hikmah dari seseorang yang berpoligami, baik pada orang yang berhasil tetap sakinah mawaddah wa rahmah penuh keberkahan dengan berpoligami atau pada orang yang gagal menjalani lebih dari satu istri.
Bagaimanapun, menikah adalah urusan dunia akhirat seseorang, mau lebih dari satu atau cukup satu, semua akan dipertanggungjawabkannya sendiri.
Bagi kita yang belum mampu poligami atau merasa poligami pelanggaran HAM kepada perempuan, silakan perbaiki Iman, mana mungkin Allah bolehkan yang menindas hak asasi hamba-Nya.

Kalau tidak setuju poligami yang dilakukan tokoh agama, tak perlu mencaci. Karena banyak tokoh jadi panutan pun juga berpoligami, dan tidak merugikan siapapun karena melaluinya dengan benar dengan cara yang baik-baik pula.
Jangan sampai, menentang poligami karena mengambil sampel dari kegagalan seseorang berpoligami. Itu sama saja menentang Alquran karena mengambil sampel dari seseorang beragama Islam. Pintar baca Alquran tetapi seorang penjahat, koruptor ataupun pembunuh.
#cerminhidup
#sinyaldarilangit
*pernah dimuat di Fajar Online 10/10/2017

Rabu, 04 Oktober 2017

SURAT KETERANGAN TIDAK MAMPU JAUH DARI ISTRI

Program pemerintah selain harus ramah anak dan ramah ibu, sepertinya juga harus ramah suami, betapa banyak suami menahan siksa berpisah dengan istrinya gara-gara profesi istri sebagai Ibu rumah tangga merangkap PNS. Tersiksa karena sang suami selain profesinya sebagai bapak rumah tangga juga terkadang bekerja sebagai PNS atau pengusaha yang berada jauh dari tempat sang istri mengabdikan diri sebagai abdi negara.

Seorang kawan mengingatkanku akan keadaannya yang kadang hanya setahun berkumpul dengan keluarga, sang istri sebagai PNS membaktikan diri di kabupaten berjarak ratusan kilometer dari tempat dirinya sebagai pengusaha di ibukota. Sungguh saya mengangkat jempol untuknya yang mampu bertahan, saya mungkin pernah hanya seminggu sudah merasakan bagaimana rindu menyiksai diri, sedang dirinya hitungan bulan adalah luar biasa.

Seandainya saja ada di kelurahan surat keterangan tidak mampu berpisah dengan istri, maka sangat disarankan mereka yang terpisah dengan pasangan oleh pekerjaan masing-masing harus mengurusnya segera jika syarat itu yang membuat suami istri bersama dalam sekejap. Setidaknya pemerintah atau pengambil keputusan memudahkan bagi seorang istri berstatus PNS mengurus pindah mengikut apapun pekerjaan suaminya.

Selama ini, sejauh yang biasa didapati, mereka yang ingin pindah dari daerah tempat awal terangkat PNS ke daerah lain, baik karena alasan ikut suami bagi seorang istri atau suami yang ingin dekat dengan anak istrinya, juga alasan klasik, ingin kembali ke tanah kelahiran harus menunggu 5 sampai 10 Tahun lamanya,  tapi ada juga yang cepat, tergantung hebatnya mengurus pindah.

Suami sebagai pemimpin rumah tangga harusnya diutamakan walaupun misalnya bukan PNS yang terikat. Suami wajib bekerja menjadi perantara  rezeki bagi keluarganya, sedang istri tidaklah diwajibkan, maka sepantasnya jika pemerintah mendukung istri mengalah dan ikut dimana suami menetap mencari nafkah untuknya, janganlah istri yang utama karena berstatus PNS sedangkan suami bukan. Beda kalau suami PNS, biasanya istri mudah pindahnya.

Beberapa tahun silam, kakak lelakiku yang pertama ketika terangkat PNS guru di Bantaeng langsung mengurus istrinya yang lebih dulu terangkat PNS guru di Makassar untuk pindah ke Bantaeng. Ia ceritakan bagaimana koleganya merasa perjuangan akan berat mengurus kepindahan istrinya yang belum lama terangkat PNS, apalagi jika tak punya kenalan orang hebat di sekitar pengambil keputusan.

Doanya mungkin yang hebat, berhitung bulan yang tak lama, SK pindah istrinya ke bantaeng diteken oleh seorang petinggi Dinas Pendidikan Provinsi. Alasannya ketika ditanya saat menghadap di ruangan pejabat pengambil keputusan adalah ingin tinggal bersama istrinya di Bantaeng, tak sanggup jika hanya bersama di akhir pekan. Sang pejabat yang mendengarnya seketika meneken SK pindah istrinya dan bilang "Saya tidak punya alasan memisahkan kalian". Angkat topi untuk beliau yang saya lupa namanya, jarang ada pejabat yang begitu pengertian atas siksa bathin para suami ataupun istri yang terpisah tinggal karena sebagai abdi masyarakat. Sungguh, doa dan ikhtiarnya adalah surat keterangan tidak mampu jauh dari istri yang langsung dibalas oleh Allah.
*Bantaeng-Pangkep-041016 (tulisan lama)
#sinyaldarilangit