Kamis, 28 September 2017

RINDU JANGAN DIAM KARENA CINTA BUTUH KEPASTIAN

Percakapan dengan seorang kawan di aplikasi WA, ia masih muda, kenal dengannya belum lama, saling kenal kala mengikuti kegiatan bakti sosial dan membuat kami sering berkomunikasi khususnya di grup WA.

"Tidak saya ganggu jaki kak krn mau ka konsultasi sama minta petunjuk 😂", isi pesan singkatnya setelah mengucap salam.

"Hehe, tidakji dinda, tapi mauka siap-siap ke pangkajene, lagi di kampungka", kujawab pesannya sekaligus menyampaikan tidak lama lagi akan dalam perjalanan.

"Oke pale kak", jawabnya singkat mengetahui percakapan mungkin akan berlanjut beberapa jam lagi.

"Saya sudah di Pangkajene dinda, silakan kalau ada yang mau dikonsultasikan..hehehe", kubalas pesannya yang sedari siang tak terbalas.

"Saya sekarang lagi dekat sama seseorang kak (gadis), saya mengenalnya baru sekitaran 2 bulann, kami selalu komunikasi & sesekali ketemu kalau ada waktu luang untuk saling cerita & berbagi hingga akhirnya saya merasa nyambung dengan nya. Setelah perkenalan itu berjalan, saya diberi kabar darinya kalo akan ada seorang cowok yang mau datang meminang nya😭😭😭 saya sudah berusaha mencoba untuk tidak membebani hal tersebut dalam diriku tapi tetap saja selalu saya pikirkan. saya sudah menenangkan hati & pikiran lewat shalatku tapi malah ndak bisa khusyuk dalam salat. Bagaimana kira2 kak ???", isi pesannya membalas, isinya cukup panjang mencurahkan isi hatinya yang sedang menggalau, ditambah emoticon yang menumpahkan air mata, ah sungguh kawanku ini sedang dirundung gelisah, jelas denting kesedihan mengiringi ketikan pesannya padaku.

"Kalau ia layak diperjuangkan, perjuangkan! Karena perempuan khususnya keluarganya biasanya memilih yang datang mengetuk pintu, bukan yang menyapa di jalan saat berpapasan, karena yang berani mengetuk pintu rumah seorang tua yang menantikan anaknya dijemput cinta butuh berjuang melangkahkan kaki. Butuh tekad dan keyakinan, bukan hanya pada diri si laki-laki tapi menular ke keluarga yang mengantar", jawabku memberikan semangat agar tak berputus asa, harapku agar ia tidak begitu saja menyerah. Kemudian saya lanjutkan untuk sedikit masukan padanya,


"Salat istikharah, agar Allah beri petunjuk, apa seorang perempuan yang dianggap baik itu layak diperjuangkan atau tidak. Salatnya jangan sekali, butuh berkali untuk mendapat jawaban sinyal dari Langit, karena ini hal yang besar dalam hidup akan diputuskan, bukan hanya untuk dunia tapi sampai akhirat tujuan dari keputusan itu bermula, maka melibatkan Allah dengan salat Istikharah jauh lbh baik"


Oh iyah, Ini mundur yah? maksudnya biarkan dia dilamar gitu? tanya ke perempuannya dulu, karena perempuan juga berhak memilih, tapi ingat perempuan butuh kepastian", tambahku ingin memastikan perjuangannya sampai di mana.


"Hahaha iya saya sudah sampaikan sama si perempuannya kalo saya juga serius & mau datang bicarakan niat baikku ke ortunya tapi saya tidak bisa secepat yang dia inginkan kak karena kondisi ekonomi dari keluargaku juga yang belum bisa untuk saat ini", ia mengaku juga serius, hanya saja bukan dalam waktu dekat".

Saya kemudian memberi pertimbangan jika memang punya niat melamar seorang gadis, "Mungkin untuk mundur hitungan bulan insyaAllah perempuan bisa, asal jangan bertahun, karena desas-desus dalam keluarga cepat sekali menyebar, untung-untung kalau tidak sampai ke tetangga kalau si perempuan ada yang mau datang melamar, nah karenanya kepastian itu dibutuhkan agar meredam bisik-bisik tak sampai menyebar sebelum waktunya".

"Sang perempuan juga kak menyerahkan mi sepenuhnya ke ortunya", jawabnya kemudian.

"Berarti tergantung keputusanta dinda, ingat soal jodoh sama saja dengan cita-cita, di mana ada kemauan di situ ada jalan, bicarakan kembali ke keluarga terdekat, sambil memantapkan ketetapan hati dr salat istikharah"

"Itu yang sampai bertahun-tahunnya sy pikirkan kak 😭" tambahnya menjelaskan kesanggupannya tak bisa jika dalam bulan-bulan waktu dekat ini melamar, jika tahun mungkin saja baru ia sanggup.

"Ooh, berarti kita sudah nemu benang merahnya, di sana dalam waktu dekat sedang menanti, sedang situ masih menanti dalam waktu lama. Bisa jadi pelajaran, cinta tak memandang seberapa kuat ia merindu, tapi seberapa kuat tekad ia menggenggam keyakinan bertemu pada satu titik bernama pernikahan, prosesnya sabar dan ikhlas, makanya tak mudah menggapainya, kecuali bertemu pada titik itu hanya keterpaksaan maka mudah saja, tapi beda debaran degup jantung, derasnya darah membumbung ubun-ubun tak menimbulkan tetes keringat dingin berarti, semuanya terlewati dengan sesak di dada. Maka, kembali mulai ikhtiar, banyak berdoa, dan berharap kala cinta menyapa, sudah tertanam tekad dan keyakinan yang kuat."
#sinyaldarilangit
*Pangkep, 28 September 2017

Rabu, 20 September 2017

SILAKAN MEMILIH PERTAMA DARI CANTIKNYA PEREMPUAN

Mencari pasangan hidup boleh saja cantik menjadi pertimbangan pertama memilihnya, atau yang pertama membuat jatuh cinta dari parasnya, tapi saat memutuskan dua hati pantas bersanding agamalah yang utama.

Agama pun tak melarang memilih pasangan dari kecantikan, selain dari karena hartanya, kemudian dari keturunan atau keluarga baik-baik, nah ketiganya menjadi pertimbangan yang mengakhirkan agama ketika hendak menikah.

Tentang hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya dan pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari)

Agama yang akhirnya menjadi yang utama alasan memutuskan memilih, cantik ataupun biasa saja, kaya ataupun sederhana, keturunan baik-baik ataupun tidak, kesemuanya jika ada yang kurang akan sempurna dengan baiknya agama seseorang.

Baiknya agama membuat kekurangan harta tak jadi persoalan, karena agama membuat hati seseorang selalu berkecukupan, pun dengan paras yang oleh orang lain bilang biasa saja, dengan melihat agamanya, hati seorang perempuan memancarkan kecantikan bagai bidadari.

Seorang dosen inspiratif Unhas Prof Veni Hadju menyatakan pentingnya memilih perempuan karena agama, dikutip oleh harianamanahdotcom bahwa menurutnya, dengan wanita yang faham agama, maka masalah dalam rumah tangga mudah ditangani sebab Islam mengajarkan aqidah, termasuk perilaku dalam berumah tangga. (harianamanah.com, 13/9/2017)

Menikah sesuai anjuran agama adalah apa yang utama kita memilih, di situlah menjadi pondasi kuatnya rumah cinta terbangun dan tetap bertahan, manjadi dasar perjuangan cinta dimulai hingga akhir menemu pintu kembali kepada-Nya.

Maka, tak ada cinta yang mampu bertahan dari pilihan pondasi pernikahan di antara harta, kecantikan dan nasab keluarga, semuanya sangat mudah menjadi kegagalan dalam ujian perjalanan hidup berumah tangga.

Jika saja memilih perempuan karena mengutamakan parasnya, maka bersiaplah kelak berjuang mempertahankan kecantikannya, dan kala kecantikan tak lagi mampu bertahan ditelan zaman, seketika itu juga cinta luntur dan menimbulkan keretakan rumah tangga karena hilangnya pondasi cinta dari cantiknya paras.

Apa lagi yang menjadi alasan mempertahankan cinta, jika cinta terbangun dari kecantikan yang ternyata hanya bertahan beberapa tahun tak bisa mengelak usia menua, seperti membeli mobil baru karena modelnya yang menawan, ketika mobil-mobil keluaran terbaru menggeser model sebelumnya, maka tak ada jalan lain kecuali menggantinya dengan model terbaru yang lebih menawan memanjakan mata.

Untukmu yang belum dan mau menikah, pilihlah karena agamanya, jika cantik lalu agamanya baik maka pilihlah, jika cantik lalu tak baik agamanya maka menolaknya niscaya adalah keberuntungan. Beruntung dalam kehidupan pernikahan bukan apa yang orang lain lihat tapi apa yang kita rasakan  atas ridho-Nya merawat cinta bersama yang dititip di masing-masing hati.
#sinyaldarilangit
*Pangkep, 20 September 2017

Sabtu, 16 September 2017

FENOMENA PANAIK DAN PSIKOLOGI CINTA

Jagat maya kembali digemparkan oleh kasus bunuh diri seorang gadis muda usia 22 tahun di Belawa Kabupaten Wajo, ramai diberitakan penyebab bunuh diri karena kandasnya hubungan cinta dengan kekasihnya yang sudah datang melamar tapi ditolak keluarganya. Kita pun patut prihatin

Bunuh diri gara-gara uang panaik (Paenre' dalam bahasa Bugis), begitulah pandangan sebagian orang mendengar kabar dari media bahwa seorang gadis yang nekat mengakhiri hidupnya dengan racun. Ditengarai karena uang panaik pria yang melamarnya tak sesuai harapan orang tua sang gadis kemudian menjadi alasan tertolaknya lamaran padanya. Maka, panaik pun menjadi bulan-bulanan penyebab hilangnya nyawa seseorang.

Sampai di situ, saya tidak tertarik membahas uang panaik, apalagi hendak menyalahkan budaya Bugis Makassar yang sudah ada turun temurun. Tertolaknya lamaran karena uang panaik adalah hal yang lumrah, biasanya karena kedua belah pihak tak menemu kesepakatan dari nilai panaik saat mempertemukan perwakilan keluarga.

Tak ada yang salah dengan adanya panaik, ulama-ulama pun tak memfatwakan haram, walau ada anjuran atau petuah ulama agar jumlahnya tak berlebihan hingga memberatkan keluarga pihak laki-laki mempersunting seorang perempuan Bugis Makassar, karena pernikahan terkait dengan ibadah, tak baik mempersulit.

Sebenarnya yang paling mendasar seseorang nekat mengakhiri hidup dengan bunuh diri karena faktor psikologis, baik karena persoalan kesulitan hidup yang membuatnya tak mampu menyesuaikan diri keluar dari masalah yang dihadapi, maupun karena depresi yang membuat pelakunya bertindak di luar akal sehat atau waras. Kebanyakan berawal dari masalah dalam keluarga, putus cinta dan lain sebagainya.

Sigmund Freud menerangkan masalah Bunuh diri berdasarkan teori Psikoanalisa mengatakan bahwa Bunuh diri adalah suatu bentuk agresi yang ditujukan ke dalam. Seseorang yang Bunuh diri sebetulnya ingin membunuh image (bayangan) Kebencian terhadap orang tua mereka sendiri yang ada di dalam diri mereka

Selain itu, faktor kepercayaan pada dogma agama yang kian menipis, beberapa pokok ajaran agama mengharamkan tindakan menganiaya diri sendiri apalagi menamatkan hayat dikandung badan. Islam misalnya, memberi ancaman neraka bagi umat yang melakukan bunuh diri, terlepas dari ancaman tersebut, kurangnya pemahaman akan ajaran moral menjaga diri dari berbuat aniaya pada diri sendiri.

"Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah". (QS. An-Nisa': 29-30).

Alasan seseorang melakukan bunuh diri lebih pada kurangnya kemampuan mengendalikan diri dalam menghadapi masalah hidup, devaluasi kepercayaan diri, hingga kehilangan makna hidup dan harapan masa depan, dan kebanyakan karena krisis dalam hubungan interpersonal seperti konflik-konflik, pemutusan hubungan, akhirnya depresi ataupun stres.

Kembali pada gadis Belawa bunuh diri yang katanya stres akibat uang panaik tertolak oleh orang tuanya, tak bisa lepas dari adanya hubungan interpersonal yang intim sebelum ikatan resmi bernama pernikahan. Hubungan tak resmi yang kini umum dinamakan pacaran, yakni hubungan percintaan atas perasaan suka di antara lawan jenis untuk mengalirkan rasa senang, rindu dan cinta kasih.

Adanya hubungan yang intim, membuat pelakunya merasa orang yang berhak masuk ke kehidupannya yang baru setelah menikah hanya seorang yang selama ini membersamainya memadu kasih berpacaran. Sehingga, ketika uang panaik tak sesuai harapan orang tuanya menjadi alasan ditolaknya lamaran membuatnya stres, menganggap harapan hidupnya pupus seperti kehilangan harga diri yang tidak lagi pantas hidup menanggung malu gagal menikah.

Maka, uang panaik, terlepas dari tinggi rendahnya, tidak bisa begitu saja dipersalahkan,  apalagi sampai menjadi penyebab seseorang bunuh diri hanya karena alasan penolakan keluarga saat pelamaran.

Mengenai jumlah panaik adalah sesuatu yang bisa dibicarakan dengan saling terbuka, karena uang panaik berhubungan dengan biaya pesta pernikahan, disamping sebagai penghargaan kepada keluarga perempuan, sehingga saat lamaran belum menemu kesepakatan jumlah akan terus dilakukan pembicaraan hingga menghasilkan keputusan. Keputusan bisa berupa disepakatinya jumlah panaik, atau bisa kesepakatan menunda pembicaraan untuk kembali ke keluarga masing-masing agar mencari solusi lain sebelum melanjutkan pembicaraan.

Adanya penolakan, tidak terjadi begitu saja dengan alasan jumlah panaik tak sesuai harapan keluarga perempuan, karena tinggi rendahnya panaik relatif, yang kemungkinan tertolaknya lamaran biasanya lebih pada ketidaksetujuan keluarga pada calon yang berniat mempersunting anak gadisnya, juga boleh jadi karena ada calon lain lebih disenangi keluarga perempuan yang ditunggu datang melamar, tak pandang apakah anak gadisnya senang atau tidak. Dan, tersiar kabar, keluarga gadis yang bunuh diri memang sedang menyiapkan calon lain melamarnya, terlepas dari rendahnya uang panaik yang ditolak keluarganya.

Memandang fenomena panaik dan maraknya kisah kasih tak sampai pelaminan, perlu kesadaran bersama bahwa panaik walaupun adalah tradisi, jangan sampai jadi penghalang bersatunya cinta dua insan dalam ikatan pernikahan. Pun, adanya hubungan pra nikah perlu jadi perhatian khusus bagi orang tua dalam mencegah anak-anak khususnya remaja untuk menghindarinya hingga usia dewasa kemudian memutuskan menikah.

*Tulisan ini pernah dimuat di Koran Tribun Timur 30 Maret 2017

Jumat, 15 September 2017

MATA SEMPIT MEMANDANG KEDATANGAN SANG RAJA

Rencana Raja Salman liburan ke Bali saat menyambangi Indonesia, membuat mata sempit sebagian kita memandang bahwa penguasa dua tempat suci umat Islam, Mekah dan Madinah, hanya menghamburkan uang umat demi memenuhi keinginan Sang Raja melancong. Bagi mata sempit menganggap orang bertaqwa, alim ulama, penghafal Alquran tak pantas liburan di pulau Dewata, pun menghabiskan uang jutaan dollar untuk bersenang-senang di saat masih banyak umat Islam berkekurangan adalah tindakan tak terpuji, abai akan nasib saudara seiman di bebagai negara yang dilanda peperangan, pertikaian politik, kekeringan, ataupun wabah penyakit.

Beberapa tahun lalu sebuah organisasi Islam pejuang khilafah juga tak lepas dari sikap mengkritisi Pangeran Arab Saudi yang kini memegang tahta kerajaan, kritikan pedas yang dituliskan dalam sebuah artikel pada website resmi organisasi tersebut yang berjudul cukup provokatif, "Pangeran Saudi Bayar 30 Juta Dolar untuk Puaskan Syahwatnya," walaupun dalam tulisannya yang menanggapi liburan Sang Pangeran ke kepulauan Maladewa, tak ada kaitan dengan nafsu keinginan bersetubuh seperti makna syahwat yang umum dipahami masyarakat awam.

Penulis artikel tersebut menyayangkan sikap para penguasa Saudi yang menghamburkan kekayaan pada yang bersifat kesenangan dunia menuruti syahwat.

"Sungguh begitu menyakitkan kita melihat para penguasa Saudi justru bersenang-senang dan menghambur-hamburkan kekayaan umat untuk memuaskan syahwatnya dan keinginan nafsunya. Sementara mayoritas kaum Muslim hidup dalam kondisi kesulitan, penderitaan dan ketakutan," Ujar penulis artikel tersebut.

Memang kita tak bisa menafikan bahwa masih banyak umat Islam dalam kondisi memprihatinkan, sehingga ketika memandang Penguasa Saudi dari sudut mata lalat akan ditemukan ketidakadilan sebagai negara yang menerapkan hukum Islam, dimana ajaran Islam begitu peduli dengan nasib sesama, jauh dari sifat berlebih-lebihan dalam kesenangan dunia.

"Seandainya pangeran, raja dan para penguasa Arab Saudi lainnya masih memiliki sedikit kehormatan dan keimanan, niscaya mereka tidak akan menghambur-hamburkan kekayaan, sementara sebagian besar umat dalam keadaan sangat membutuhkan," tambahnya.

Sungguh penulis berlaku tidak adil dalam memandang penguasa saudi, bagaimana mungkin meragukan keimanan orang-orang yang sedari kecil menghafal Alquran dan mengamalkannya di negeri hukum Islam diterapkan, sungguh kehormatan penguasa Saudi tak hilang hanya dengan membayar mahal liburan vvip di Kepulauan Maladewa, Malah dengan membayar sedemikian banyak akan jauh lebih nyaman tak perlu bercampur dengan turis lain menikmati keindahan berpesiar.

Tak jauh beda dengan banyak kalangan anti Saudi saat ini di Indonesia, pertanyaan muncul menyeringai niat Raja Arab ke Bali demi bersenang-senang belaka, di tempat minoritas kaum muslimin, kenapa tidak ke Serambi Mekah di Aceh sana yang mayoritas muslim. Dan, banyak lagi cibiran mata lalat memandang Sang Raja yang akan datang ke Indonesia dengan segala kemewahan dan niat investasi ratusan trilyun di Indonesia.

Kita tidak menutup mata, bahwa Sang Raja, Pangeran dan para pejabat Saudi juga manusia biasa yang tak lepas dari kesalahan dan kekhilafan. Akan tetapi, kita pun perlu membuka mata lebar-lebar bahwa tak terhitung berbagai kebaikan pemerintah Arab Saudi kepada dunia Islam khsususnya negara berpenduduk mayaoritas muslim seperti Indonesia.

Jangan lupa, saat tsunami Aceh 2004 silam, saat beberapa negara ikut membantu dan memulihkan kondisi Aceh yang luluh lantak, mengumumkan jumlah bantuan kepada pemerintah, diam-diam Pemerintah Arab Saudi mengucurkan bantuan hampir 5 Trilyun Rupiah dalam bentuk hibah berupa uang tunai, obat-obatan, alat kedokteran, selimut dan bahan makanan yang terkumpul dari masyarakat Arab Saudi dan pemerintahnya.

Kalau sebagian kita menganggap Arab Saudi abai terhadap kondisi negara tetangganya di Timur Tengah, khususnya Palestina yang terjajah puluhan tahun, mungkin kita tak membuka mata lebar dalam memandang kabaikan negara yang dicap 'Wahabi' ini. Sebagaimana media memberitakan: “Arab Saudi menegaskan bahwa mereka akan tetap melanjutkan pemberian bantuan dana yang jumlahnya sekitar 15 juta dollar AS setiap bulannya untuk pemerintah Palestina.”

Selain itu, beberapa negara dalam kondisi perang, seperti Bosnia yang mempertahankan kedaulatan dari Serbia, Afghanistan yang dibela dari gangguan Rusia, menyelamatkan muslim kuwait dari pembantaian Partai sosialis komunis Ba'tsi Iraq, serta serangan Syiah Iran di Bahrain dan Yaman adalah bukti kongkrit kepedulian Kerajaan Arab Saudi kepada sesama muslim di dunia.

Indonesia sendiri telah lama menjadi tujuan dana hibah dalam pengembangan kehidupan muslimin, ratusan masjid dibangun, sekolah Islam ataupun pesantren atas bantuan Saudi, baik dari pengusaha, ulama maupun dari pemerintah Arab Saudi sendiri.

Menanggapi kunjungan Raja Salman ke Indonesia, lingkaran pemerintahan Jokowi dalam hal ini  Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di depan media menyebut salah satu poin pembicaraan dalam lawatan  adalah soal wakaf.

"Jadi ini yang akan kita kembangkan ke depan agar wakaf bukan hanya untuk masjid, untuk sekolah, tapi juga usaha-usaha produktif sehingga nilai harta yang diwakafkan itu bisa lebih dirasakan oleh masyarakat luas." kata Lukman seperti diberitakan detik.com Senin, 27 Februari kemarin.

Memaknai kedatangan bersejarah Raja Salman ke Indonesia tak lepas dari kedermawanan pemerintah Arab Saudi terhadap saudara muslim di negara lain, rencana Investasi Milyaran Dolar ke Indonesia tak lepas dari kondisi negara kita yang membutuhkan pinjaman dalam melakukan pembangunan, dan hebatnya dana pinjaman tanpa riba atau tanpa bunga seperti negara-negara power melebarkan sayap memperkuat pengaruhnya di negara lain.

*Tulisan lama 28 Februari 2017

MAPPASIKARAWA DAN REALITAS PACARAN

MAPPASIKARAWA DAN REALITAS PACARAN

Pernikahan adalah tuntunan agama, walaupun begitu tak bisa dilepaskan dari adat istiadat (Pangng’ade’reng) atau budaya turun temurun dalam sebuah kehidupan kemasyarakatan. Terkadang adat istiadat disejajarkan dengan perintah agama, wajib hukumnya diikuti, bahkan sebagian ada yang mendahulukan adat daripada tuntunan agama yang mereka anut. Kebanyakan masyarakat yang lahir dari suku atau daerah memang hidup mendarah daging dengan ajaran nenek moyang.

Sebuah ungkapan orang Bugis mengatakan “Utettong ri ade’e, najagainnami siri’ku”, artinya, Saya taat kepada adat, demi terjaganya atau terpeliharanya harga diri saya (Mattulada, 1985). Ini menunjukkan bagaimana kuatnya ikatan adat ke dalam hidup seseorang seperti halnya dogma agama yang ditaati.

Sulawesi selatan terdapat beberapa suku dengan kekhasan budaya masing-masing, sebut saja misalnya suku Bugis yang merupakan suku paling dominan dari sisi jumlah. Selain itu, ada suku Makassar yang juga cukup dominan mendiami beberapa kabupaten. Baik suku Bugis ataupun Makassar, ke dua suku ini dapat dibedakan dari bahasa, Bahasa Bugis dan Bahasa Makassar. Sedangkan dalam budaya adat istiadat kadang tak bisa dibedakan dan tak terpisahkan dengan banyak kemiripan di dalamnya. Sebut saja Mappasikarawa (Bugis) dan Appabajikang Bunting (Makassar) dalam perkawinan dua suku tersebut. Budaya yang tak terpisahkan dari prosesi pernikahan atau perkawinan dalam adat istiadat keduanya yang mengikat sebagai norma yang disepakati bersama.

Mappasikarawa dalam Pernikahan

Mappasikarawa adalah proses mempertemukan mempelai pria dan mempelai perempuan setelah sah menjadi suami istri dari sempurnanya ucapan ijab kabul yang dipimpin wali perempuan atau diamanahkan kepada penghulu. Mempertemukan mereka dengan membawa pengantin pria memasuki kamar pengantin perempuan yang dijaga pihak keluarga.

Mempertemukan keduanya, dalam hal ini suami diantar pihak keluarga ke depan pintu kamar tidak begitu saja masuk dengan mudah untuk menemui istrinya, simbol menjemput cinta pada keluarga perempuan. Terkadang ada drama tarik-menarik pintu kamar antara kedua pihak, biasanya pihak suami menyerahkan seserahan seperti uang logam, uang kertas, atau gula-gula untuk menebus pintu dibukakan segera.

Prosesi romantis yang dipersaksikan ini berlanjut di dalam kamar bersama beberapa orang keluarga dan segera melakukan proses mappasikarawa oleh keluarga yang dihormati atau dituakan. Mula-mula tangan pria dituntun untuk menyentuh lembut tangan istri, biasanya kedua jempol dipertemukan, terkadang juga tangan pria diarahkan ke sisi wajah tepat di bawah telinga, kemudian ke arah dada di bawah leher, hingga yang terakhir suami mencium dahi sang istri setelah sebelumnya istri mencium tangan suami saat berjabat tangan.

Andi Nurnaga, dalam bukunya berjudul “Adat Istiadat Pernikahan Bugis” menerangkan makna Mappasikarawa atau Makkarawa, (menyentuh) sebagai sentuhan yang pertama sang pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan. Sentuhan ini diharuskan menyentuh bagian tubuh istrinya yakni ubun-ubun yang bermakna agar suami tidak diperintah istrinya; bagian atas dada yang bermakna agar kehidupan suami istri dapat mendatangkan rezeki yang banyak seperti gunung; dan berjabat tangan atau ibu jari, artinya suami istri saling mengerti sehingga tidak muncul pertengkaran dan saling memaafkan.

Sungguh, prosesi yang penuh hikmah di dalamnya, bagaimana suami harus menyentuh istri dengan lembut, bagaimana suami memperlakukan istri dengan benar, dan bagaimana seorang suami menjemput cintanya dengan cara terhormat. Adat yang cukup religius.

Realitas Pacaran dan Ancaman Mappasikarawa Hilang Nilai

Istilah pacaran tak lagi asing, walaupun bukan bagian adat istiadat apalagi tuntunan agama, hubungan interpersonal model pacaran semakin marak di tengah masyarakat dari usia masih anak-anak hingga dewasa. Pacaran diistilahkan sebagai hubungan antara lawan jenis dalam ikatan atas dasar suka, sayang saling mengasihi.

Dulu entah kapan mulai, tapi kini pacaran sudah membudaya sebelum memutuskan menikah, pacaran pun membuat pelakunya menganggap biasa saling bersentuhan, bahkan budaya siri’ semakin tergerus karenanya. Hampir dapat dikatakan menjadi paham sebagian orang yang bersesuaian ke dalam kehidupan bermasyarakat. Interaksi pun kadang tanpa batas, hingga hubungan lebih intim dilakukan atas dorongan saling mencintai.

Prosesi Mappasikarawa setelah akad nikah adalah simbol kehalalan bersentuhan dan kesucian cinta dipertemukan, dulu dijunjung tinggi tapi kini terancam hilang nilai. Apa nilai bagi mereka yang menikah tapi sudah tak lagi menggetarkan hati?, tak lagi merasakan bulu kuduk berdiri, darah serasa berkumpul di ubun-ubun tak lagi ada, degup jantung pun biasa saja, semua prosesi mappasikarawa dilalui sebatas formalitas pernikahan adat Bugis Makassar. Mereka sudah biasa bersentuhan, baik sembunyi maupun terang-terangan, dan menjadi bagian perilaku menyimpang. Abu Hamid (2003) menerangkan bahwa dalam kenyataan empiris sekarang tampak adanya pergeseran makna yang sesungguhnya merupakan penyimpangan tingkah laku, namun demikan nilainya belum hilang dan masih tersimpan dalam tradisi budaya.

Mappasikarawa semestinya tidak hanya dipandang sebagai menjaga atau melestarikan adat istiadat lokal “pangng’ade’reng” saat prosesi pernikahan, tapi perlu dijaga sebagai simbol kesucian cinta dua insan yang bertemu, sehingga hubungan interpersonal bernama pacaran sebelum pernikahan jangan sampai menodai makna mappasikarawa sebagai sentuhan pertama pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan.

*tulisan ini juga dimuat di media online jalur9dotcom
http://jalur9.com/opini-mappasikarawa-dan-realitas-pacaran/