Kamis, 14 Desember 2017

GANTI NAMA GARA-GARA OSPEK

GANTI NAMA GARA-GARA OSPEK


Hari ke tiga OSPEK, aku bergegas setelah salat subuh, mandi melawan dingin dan kantuk sisa kelelahan kemarin ospek fakultas, hari ini adalah ospek jurusan, sudah terbayang kembali wajah-wajah sangar yang entah dibuat-buat para senior agar kami mahasiswa baru atau maba gentar tertunduk dan merendah asasi di hadapan mereka.

Belum banyak pete-pete (angkot) yang melewati rute ke arah kampus sepagi ini, mentari masih bersembunyi di kaki Timur cakrawala, semburatnya masih mengintip di balik awan, bagaikan keberanianku yang bersembunyi ketika di hadapan senior kemarin, ciut dilumat wajah sangar mereka, untung kakak lelakiku yang kuliah di kampus yang sama berkenan mengantar di jam tidurnya setelah salat subuh seperti biasa, aku yakin ia tahu akibat jika adiknya terlambat hadir saat ospek, apalagi kakakku mahasiswa Teknik yang sedari dulu ospeknya terkenal kejam, tak ada hak asasi bagi mahasiswa baru, maka pukul 6 aku sudah harus berada di kampus bersiap menerima perlakuan seenaknya dari senior.

Tiba tak jauh dari depan kampus, aku kemudian berjalan sedikit berlari menundukkan badan menuju kerumunan peserta dan panitia ospek, baju kuning, celana kain hitam serta jeriken air 2 liter jadi penanda bagi maba sesuai jurusanku, selain itu ada peserta ditugaskan berteriak-teriak seperti penjual pinggir jalan menjajakan jualan, menyebut nama jurusan agar maba yang lugu tak salah tempat berkumpul.

"Kenapa pakai kacamata?"tetiba senior menegur melihat kacamata riben yang kupakai.

"Naik motor tadi kak", kujawab sekenanya, mana ada pagi buta pakai kacamata gelap.

Ternyata kacamata riben tak lagi dipakai di ospek jurusan, hanya ospek fakultas dan aku lupa, pantas peserta lain sudah tak lagi tampak kaca mata riben tempo dulu dikenakan.

Kami kemudian berbaris sampai panitia memastikan tak ada peserta yang tertinggal, sambil para senior memeriksa perlengkapan ospek peserta yang sudah berbaris rapi sedikit gemetaran, serasa kaki tak kuat menopang, bukan karena dinginnya udara pagi dari hutan kampus, tapi rasa gentar di lubuk hati, jika perlengkapan kurang bersiaplah menerima hukuman, push up dan semacamnya.

Setelah semua lengkap, kami akhirnya menuju jurusan dengan berbaris bagai bebek dituntun majikan ke kandangnya, hanya bedanya, bebek sebegitu bebas mendongakkan kepala, bersahutan suara, sedang kami menunduk, mulut terkunci, seolah menghitung langkah gontai menuju tiang eksekusi, hanya kecamuk pikiran masing-masing membayangkan nasib di dalam cengkeraman senior.

Tiba di jurusan, prosesi ospek sekaligus pengkaderan awal maba di jurusan pun dimulai, mulai mengantri di depan baliho berukuran lebar dan tinggi hasil karya para senior, cukup bernilai seni walau hanya cat hitam dan putih berkombinasi indah, bergambar lentera dengan cahaya terang di tengah kegelapan, sesuai nama pengkadeean yang tertulis di bagian atas "LENTERA", mungkin filosofinya agar kami peserta pengkaderan kelak menjadi pencerah di kegelapan dunia nyata.

Satu persatu maju sesuai nomor induk mahasiswa melewati kolong baliho, sebelum lewat terlebih dahulu berdiri memandang takzim baliho besar itu, kemudian memperkenalkan nama lengkap beserta NIM masing masing dengan berteriak lantang, seolah semua penduduk kampus harus mendengar perkenalan kami dengan mereka, untung saja baliho terbuat dari tripleks, kalau kaca mungkin sudah pecah tak sanggup menahan teriakan kami yang membahana.

"NAMA SAYA MUHAMMAD RIDWAN, NIM GE TIGA SATUU SATUU KOSONG LIMAAA KOOSOONG DUAAA TUJUH", teriakanku lantang di urutan ke 27, kemudian berlalu menuju ruang majelis lantai 3 tempat pemberian materi pengkaderan berlangsung.

Persis di kaki tangga lantai 1, seorang senior yang sedang duduk bersama yang lain mencegatku, dengan tatapannya yang tajam, brewok tipis di pelipis dan jenggot tebal legam dipangkas pendek terawat rapi, berkulit sedikit gelap, menambah ciut hatiku, jantung sedari tadi berdegup kencang, gentar melihat banyak senior menatap tajam memandang rendah bagai singa kelaparan mendapat mangsa.

"hei kau, sini!" suara geramnya memecah fokus langkahku ingin segera sampai ke ruang majelis.

"Siapa namamu?" pertanyaan dasar tapi cukup membuat nyali seorang maba lugu sepertiku mengerut.

"Ridho kak", kujawab singkat lalu kembali tertunduk menatap lamat-lamat sepatu sang senior, jangan sampai tiba-tiba mendarat di dada, membuatku ngeri membayangkannya.

"Sama nama lengkapku ini kak, kosong dua tujuh juga NIM nya", celetuk salah satu senior berkacamata di sampingnya. Membuat pikiranku yakin nanti bakal dihabisi olehnya. Menurut cerita, senior tidak mau ada maba yang namanya sama.

"Kau kenapa berjenggot? potong itu besok!", pertanyaan sekaligus perintah senior berkulit gelap itu bersamaan meluncur, menghunjam gumpalan keyakinanku yang membiarkan lembaran-lembaran tipis jenggotku tumbuh alami. Sesuai yang kuyakini, jenggot adalah sunnah Nabi, maka merawatnya mendapat pahala.

Jenggotku memang mulai terlihat, walau masih tipis tapi sudah jelas menjadi pembeda dari peserta cowok lain yang kebanyakan tampil dengan roman muka klimis.

"Tumbuh sendiri kak" Jawabanku singkat tapi membuat senior brewok itu semakin menatapku tajam menguasai.

"Iyah saya tau, alasanmu apa tidak potong?"

"Mengikuti Sunnah Nabi kak", jawabku penuh yakin berusaha menguasai diri dalam gentar.

"Ah, mana dalilnya kalau jenggot sunnah nabi dan tidak boleh dipotong?" pertanyaannya membuatku terkesiap, tentu saja aku tak hafal dalilnya, yang kutahu itu sunnah nabi, itu saja.

"Peserta cepat, yang terlambat jalan jongkok naik tangga sampai masuk ruangan", tetiba panitia di lantai 3 berteriak meminta semua peserta bersegera ke ruangan. Menyelamatkanku dari cengkeraman senior berkulit gelap itu.

"Oke de' naikmi", senior itu menyuruhku beranjak, tak lagi berminat mengajakku debat yang hampir mati di skakmat olehnya.

Aku akhirnya bisa bernafas lega, walau sengal-sengal lari menaiki anak tangga menuju ruang majelis agar tidak terlambat, teman-temanku yang lain sudah mendahului hampir sampai.

Memasuki ruang majelis, kami semua duduk melantai, panitia atau pengurus lembaga sudah siap memberikan kami materi pembekalan mengenal dunia yang masih baru bagi kami. Aku yang terlambat paling terakhir masuk duduk bersila di depan daun pintu yang terbuka lebar, beberapa senior berdiri memperhatikan peserta, mungkin sedang memilih mangsa untuk dikerjai, atau mencari maba cantik untuk jadi korban retorika cinta senior.

Sebelum materi di mulai, panitia masih memberi arahan, mengatur duduk kami agar lebih rapi, di saat bersamaan senior-senior lain mulai jahil ke peserta.

Salah satu teman peserta berasal dari Bali kena, berperawakan tinggi dan lumayan tampan, mungkin senior cewek tertarik melihat wajah tampan lugu dikerjai mereka, disuruh menyanyi saat memperkenalkan nama dan asal daerahnya, setiap senior menyebut namanya maka ia harus bernyanyi memperenalkan diri, ketika sedang duduk maka harus langsung berdiri, seolah ada tombol remot kontrol dipegang senior.

Lain lagi dengan teman yang dari Jeneponto, berperawakan kecil, ringkih, berkulit gelap tak terawat, setiap kata keluar dari mulutnya mengundang tawa karena logat asli daerahnya yang kental. Ia bernasib malang karena nama belakangnya sama dengan salah satu senior, super senior karena sudah menjelang sarjana. Bahkan, ia dibuatkan nama khusus mirip pakaian dalam wanita berbentuk mangkok kembar dengan temali pengikat. Setiap nama buatan disebut sang senior, ia harus berjoget dan mendendang "santai" dari mulutnya, dengan penuh penjiwaan. Menikmati keucuan melihat kami dikerjai.

Aku yang lebih banyak tertunduk di samping pintu tak lepas dari kejahilan senior, apalagi senior tadi yang nyeletuk bahwa namanya sama denganku tepat di bawah bingkai pintu menatapku tajam bagai mendapat mangsa baru, untungnya ia berkacamata membuat tatapannya tak semenakutkan senior tadi yang mencegatku di tangga. Nama lengkapnya persis sama dengangku, bahkan NIM hanya dibedakan angkatan, ia senior 1 tahun di atas, sama-sama nomor urut 27.

"Siapa nama lengkapmu?", betanya ingin memastikan ia tak salah dengar ketika aku berteriak di depan baliho memperkenalkan diri.

"Muhammad Ridwan kak", jawabku tak berani menatap wajahnya.

"Ih sama namaku", tertawa memperdengarkan senior cewek berambut kriting diikat rapi disampingnya, jelas sekali kalau ikatnya dilepas bakal mengembang seperti bola besar.

"Ganti namamu kau nah", senior cewek kriting itu nyeletuk sambil menunjuk sejengkal dari wajahku yang mulai ciut.

"Iya, saya tidak mau sama namata, masa' sama nama, NIM juga sama Dua Tujuh" senior berkacamata menimpali.

"Kau harus ganti nama sekarang, saya hitung sampai 3, kalau tidak ada nama barumu, saya yang bikinkan nama", titahnya membuatku terjepit, apalagi membayangkan akan dibuatkan nama, jangan sampai nama aneh seperti kawanku dari Jeneponto, jangan, cukup sudah kebebasanku tercerabut, jangan lagi ditambah nama yang memalukan seperti pakaian dalam wanita.

"Satu, Dua, Ti..."

"Aco' kak", spontanitas kusebut nama baru untukku, nama khas Bugis Makassar untuk bayi laki-laki yang baru lahir dan belum diberi nama orang tuanya. Semoga nama itu tidak kubawa selama kuliah, karena aku sudah malas berganti nama, waktu SMA juga dibuatkan nama baru, memaksaku melupakan nama panggilan masa kecilku hingga SMP.

"Iyo nah aco' saja namamu", tertawa penuh kemenangan lalu beranjak dari depanku karena pemateri sudah memasuki ruang majelis.

Lega rasanya ditinggal senior yang sok kuasa itu, padahal kami hanya beda setahun, mungkin menikmati jadi senior baru di kampus setelah setahun tertindas para senior, akhirnya kami pun jadi pelampiasan dendam kesumat.

Materi berjalan dengan lancar, hingga hari mendekati sore kami merasa nyaman dan tak terkekang selama dalam ruangan, tapi saat keluar ruangan, saat kegiatan out dor kami seperti dilepas masuk ke kandang macan, bersiap dimangsa, tak berkutik, ciut bagai kelinci lucu dalam cengkeraman raja hutan.

Yah, ospek mirip hukum rimba, malang bagi kami karena maba adalah mangsa di tengah predator, walau itu hanya selingan bagi senior yang mempersiapkan kader mahasiswa pencerah bagai lentera di tengan kegelapan. Tak hilang penghormatan kami pada senior-senior yang begelut waktu dan tenaga demi suksesnya pengkaderan juniornya.
#lentera2005
#cerminhidup
#flppangkep

Rabu, 29 November 2017

MAU BELI RINSO DAIA ATAU RINSO TOTAL


Kebiasaan kalau pulkam bawa cucian menumpuk, maklum di Pangkajene tempatku air sangat terbatas. Siang tadi di kampung halaman Tondongkura, tumpukan cucian saya bawa ke rumah sepupu, di sana air melimpah, mesin cucinya keren, serba otomatislah.

Sebelumnya saya singgah dulu membeli detergen di toko klontong sekaligus rumah tetangga sepupuku,

"Tante mauka beli Rinso", sambil mataku menyapu pandang beberapa merk detergen yang dijualnya, yang sepertinya tak ada merk rinso setelah lamat-lamat saya perhatikan.

"Rinso apa?, Rinso Daia, Rinso Total?", dijawab si tante dengan menyebut detergen dengan sebutan 'Rinso' yang juga merk detergen juga.

"Total saja tante", kupilih saja merk itu karena mengingat nama kecamatanku Tondong Tallasa sering disingkat Total, jadilah saya menggunakan detergen (baca:rinso) Total.

Memang di kampung-kampung, brand merk sekelas Rinso sangat lekat di benak masyarakat, karena merk Rinso merupakan jenis detergen yang merevolusi sabunisasi mencuci pakaian dari sabun cuci colek ke sabun cuci bubuk.

Dulu semasa kecil, saya sangat senang kalau kemasan Kotak detergen Rinso yang ibuku beli, karena ada sendoknya yang ketika Rinsonya habis, sendoknya saya jadikan mainan helikopter, sambil membayangkan sedang naik helikopter berkeliling angkasa di atas lautan baskom air cucian. Ah, mungkin itu tercatat impian masa kecil yang tercapai kala naik helikopter Puma milik TNI AU Lanud Hasanuddin semasa mahasiswa.

Pulang dari rumah sepupu yang jaraknya cukup dekat, bersama istri berjalan kaki sambil saya gendong anak gadis kecilku Faah,

"Beliji tadi detergen Bi?", tanya istriku jangan sampai lupa dan pakai detergen sepupu mencuci pakaian.

"iyah, saya beli Rinso Total", sambil ketawa mengingat pengalaman tadi beli detergen.

Istriku pun menahan tawa, "iyah, kalau rinso itu detergenmi maksudnya.

Merk zaman dahulu, baik yang masih bertahan ataupun sudah tertelan zaman, memang cukup kuat terpatri, walapun banyak merk masa kini untuk berbagai jenis produk tetap saja kadang penamaan produk menggunakan merk sejenis.

Saya teringat dengan odol, dulunya adalah merk pasta gigi pada masa-masa penjajahan Belanda, past gigi ini berhasil menggeser pemakaian tumbukan batu bata ataupun buah pinang dalam menggosok gigi, kini pasta gigi lebih dikenal dengan sebutan odol, bahkan menjadi bahasa baku yang di dalam kamus bahasa Indonesia odol berarti tapal gigi atau pasta gigi.

Yah, semoga kejadian lucu membeli detergen hari ini menjadi pelajaran berharga, minimal kita bisa belajar bagaimana brand sebuah produk mengakar kuat karena menciptakan kebaruan, bukan menciptakan tiruan yang menjiplak.

Saya ingat kata dosen saya Pak Imam Mujahidin Fahmid, kala membawakan mata kuliah di Sosial Ekonomi Pertanian Unhas, kata beliau "berbeda tidak selamanya terbaik, tapi yang terbaik pasti berbeda".

Ah Rinso, kamu memang berbeda dengan sabun colek pada awalmu muncul.
#cerminhidup
#ridhoaltundungkury
#tondongkura_total


Rate

Senin, 20 November 2017

WANITA HEBAT DARI MACCOPA 1



Tulisan lama yang lolos proses review kaskus, sila dibaca.

WANITA HEBAT DARI MACCOPA

... Bercermin padanya, menginspirasi bagi anak-anaknya, lulusan pesantren yang tak hilang ilmu yang ditimbanya.

Mungkin karena ibu adalah alumni pesantren maka kami tak perlu disekolahkan di pesantren, cukup bekal kami dari ilmu agama yang diajarkan di rumah.

Tapi, sangat sulit seperti beliau, sabarnya luar biasa, mungkin karena kami hanya alumni pesantren kilat di sekolah dan kampus.
‪#‎cerminhidup‬
‪#‎sinyaldarilangit‬
https://m.kaskus.co.id/thread/5a10c95b1854f7e24b8b4590

Senin, 06 November 2017

TETES DARAH MENGALIRKAN HARAPAN


Sumber Foto : Tribunnews.com

Setiap tetes darah yang mengalir ke tubuh orang lain akan memberi manfaat dan harapan khususnya bagi pasien dan keluarganya, suatu waktu seorang senior menghubungiku dengan harapan agar dibantu mencarikan pendonor untuk keluarganya yang akan operasi di Rumah Sakit wahidin Sudirohusodo makassar,

“Assalamualaikum de’ Ridho, bisa bantu infokan ke teman-temanta’ saya lagi butuh pendonor buat keluarga yang mau operasi trus butuh darah A segera”.

“Waalaikumsalam kak, oh iya kak berapa kantong dibutuhkan? kebetulan saya golongan darah A trus sudah lebih 3 bulan saya belum donor darah”, jawabku kemudian menginformasikan kepadanya kalau saya bisa donor darah untuk keluarganya. Sejak mahasiswa memang sudah rutin donor darah, baik donor langsung saat ada pasien yang butuh, ataupun saat ada kegiatan donor darah yang diadakan organisasi kampus.

“Oh iya de’ kalau gitu saya tunggu bentar habis dhuhur di PMI Lanto Daeng Pasewang nah, sisa 1 orang tambahan karena 2 tadi sudah dapat”, saat itu jam menunjukkan Pukul 11 Siang waktu Makassar.

“oke kak InsyaAllah”

Sehabis salat Dhuhur di masjid Kampus Unhas saya kemudian meluncur ke kantor PMI Makassar di bilangan Jalan lanto Dg Pasewang dengan motor bebek jingga setiaku selama kuliah, sesampai di sana langsung menghubungi senior yang tadi menghubungiku.

“Assalamualaikum kak, adama di depan PMI”

“Waalaikumsalam de’, masukmi, saya adaji di dalam”

Daun pintu kaca riben kemudian saya dorong sesaat setalah senior menyuruhku segera masuk, di dalam sudah ada beliau, bersamanya seorang ibu paruh baya turut menyambutku dengan raut kegembiraan penuh harapan. Dalam waktu yang tidak lama saya akhirnya telah selesai mendonor dan dipersilakan ke ruang sebelah untuk makan alakadar pendonor seperti biasa, susu kotak, mie rebus beserta sebutir telur rebus. Setelah menyantapnya lahap kemudian pamit ke mereka kembali ke kampus karena ada jadwal kuliah.   

“Terima kasih banyak nak, saya tidak tau bagaimanami kalau tidak cukup darah didapat untuk operasi”, kata perempuan paruh baya keluarga seniorku dengan mimik wajah haru penuh syukur.

“iye’ tante, sama-sama, tabe saya jalan dulu, mari kak”, berpamitan sekalian ke senior yang berdiri berdampingan di depan loby kantor PMI.

Setelah dua hari kemudian, seniorku menelepon dan mengucap banyak terima kasih keluarga yang operasi kemarin katanya selamat, operasi oleh tim dokter Rumah Sakit Wahidin berlangsung lancar. Saya mengucap syukur Alhamdulillah, di lubuk hati membuncah kepuasan bathin telah menjadi bagian dari ikhtiar keluarga menyelamatkan jiwa pasien.


Sumber Foto : wn.com


Cerita di atas adalah pengalaman saya kala masih berstatus mahasiswa di Univesitas Hasanuddin, persoalan ketersediaan cadangan darah di Indonesia khususnya di Kota Makassar mengharuskan keluarga pasien turun tangan mencari pendonor demi menyelamatkan jiwa pasien, setiap tetes darah begitu berarti bagi harapan hidup pasien. Donor darah selain membantu pasien juga bermanfaat menjaga kesehatan bagi pendonor, ini dikarenakan setelah donor, volume darah akan berganti kurang dari 48 jam, dan darah yang baru akan lebih segar dan tentunya membuat tubuh lebih sehat.

Bagi pasien yang membutuhkan, mendapatkan donor darah 200-450 ml dapat menyelamatkan nyawa pasien. Ada beberapa kondisi pasien yang membutuhkan donor darah, seperti kecelakaan, transplantasi organ, serta yang memiliki penyakit kronis dan kritis seperti kanker, anemia, dan lain sebagainya

Ketersedian darah di Indonesia yang jauh dari angka ideal menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk mendonorkan darah masih rendah, Pengetahuan tentang manfaat donor darah yang minim menjadi salah satu penyebab rendahnya kegiatan sosial donor darah mengakar di masyarakat. Padahal manfaat donor darah ternyata bukan hanya pada penerima, tetapi juga bagi pendonor sendiri. Terutama bila mendonorkan darahnya secara rutin dan berkala, biasanya minimal 3 bulan rentang waktu berkala dilakukan donor darah.

Donor darah sangat bermanfaat bagi kesehatan di mana kesehatan kita ketahui merupakan kebutuhan dasar manusia, maka dari itu pemerintah harus mendorong kemajuan masyarakat dengan menggalakkan kegiatan yang mengedukasi masyarakat hidup sehat khususnya donor darah, selain itu pihak swasta tak boleh ketinggalan untuk berkontribusi nyata dalam masyarakat berkemajuan di bidang kesehatan.

Pentingnya kesehatan bagi masyarakat membuat Astra Group Makassar, kumpulan anak perusahaan PT Astra International Tbk yang berafiliasi (affiliated company atau Affco) punya program kesehatan khususnya di Kota Makassar. Program kesehatan adalah bagian penjabaran dari Public Contribution Roadmap Astra yang berkontribusi dalam pembangunan masyarakat.

Sumber Foto : Rakyatku.com


Hadirnya sektor swasta turut andil dalam pembangunan masyarakat khususnya kesehatan, membawa angin segar dalam peningkatkan kesejahteraan, di mana kesehatan dalam perspektif kebutuhan dasar masyarakat begitu berpengaruh dalam menjalani keseharian, bekerja dan dalam kehidupan sosial, yang tak lain menjadi bagian dalam peningkatan sumber daya manusia yang sehat jasmani dan rohani.

Salah satu program yang diladakan Astra di tengah-tengah masyarakat makassar adalah donor darah yang sudah rutin saban tahun dilaksanakan, bahkan hampir semua anak perusahaan rutin mengadakan kegiatan donor darah. Donor darah biasanya merupakan rangkaian kegiatan Astra dalam program kesehatan  digelar sebagai salah satu bentuk Corporate Social Responsiblity (CSR) Astra, biasanya menjadi rangkaian perayaan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) PT. Astra beberapa tahun belakangan.

Sumber Foto : isuzu-astra.com

Pada tahun 2017 ini, Astra genap berusia 60 tahun. Beberapa rangakaian kegiatan pun kembali mengagendakan donor darah di Makassar, menurut informasi aksi donor darah Astra akan dilaksanakan pada Hari Minggu, Tanggal 12 November 2017, bertempat di Pletaran Bank Permata Sudirman. Rencananya kegiatan akan berlangsung mulai Pukul 6:30 Wita.
Donor darah menjadi salah satu langkah ril bagi Astra ikut andil dalam meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya karyawan perusahaan untuk hidup sehat dengan donor darah, dan berkontribusi menambah persediaan darah di Kota makassar.


Kesehatan sebagai salah satu pilar CSR Astra menunjukkan bagaimana perusahaan menyadari bahwa kesehatan masyarakat sangat penting untuk menunjang keberlanjutan, baik individu, perusahaan, dan negara. Hal ini diimplementasikan dalam bentuk bantuan peningkatan kesehatan berupa beberapa program yang dilaksanakan Astra Grup.


Tulisan Ini Diikutkan Pada Lomba Blog Inspirasi 60 Tahun Astra
#Astra60Makassar

Jumat, 27 Oktober 2017

‘AIN DAN EPIDEMI BAHAGIA KEMAYAAN



Gelas kaca yang indah pun bisa pecah kala dipuji tanpa menyebut nama Allah, benda tak bernyawa, lalu bagaimana anak-anak kita, atau kita sendiri yang haus pujian dari unduhan foto di dinding rumah maya, panggung terbuka riuh tepuk tangan, sungguh godaan berat di media sosial berjejaring menghindari pintu masuknya penyakit 'ain melalui foto maupun semacamnya.

Penyakit ‘ain adalah penyakit pada badan maupun jiwa yang disebabkan oleh pandangan mata orang yang dengki, atau pandangan takjub/kagum yang tak disertai tutur hati asma Allah, sehingga dimanfaatkan oleh setan dan bisa menimbulkan bahaya bagi orang yang terkena.

'ain bisa terjadi pada siapa saja, tak memandang kita sedang bahagia atau sedih, tak memandang sudah menikah atau masih jomlo, dewasa maupun masih kanak, sekali Allah kehendaki ia pun menjadi takdir pasti.

Beberapa waktu lalu sempat baca berita online, medsos menjadi penyebab tertinggi angka perceraian (newsdotliputan6dotcom, 6 Oktober 2017). Kalau semata karena perilaku selingkuh salah satu pasangan seperti yang diberitakan wajar saja digugat cerai, tapi terkadang kesalahpahaman kecil jadi pemantik terbakarnya rumah cinta yang dibangun berpayah sejak ikatan suci bermula di depan penghulu. Dan, karena masalah sepele terkadang sulit mencari penyebab utama keretakan sebuah rumah tangga.

Bisa ada 'ain yang tak disadari, dari pandangan mata kekaguman tak diikuti nama Allah menyaksikan foto-foto unggahan di medsos menunjukkan pada warganet kebahagian suami istri sedang berlibur, sedang makan malam atau lebih dari itu kecupan sayang di depan cermin kamar, romantis dan tampak sempurna kebahagian yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Ain itu benar adanya, andaikan ada sesuatu yang dapat mendahului takdir maka ‘ain akan mendahuluinya, dan apabila kalian diminta untuk mandi maka mandilah.” [HR. Muslim dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma]

Nah, bahayanya 'ain karena tak tampak penyebabnya, boleh jadi anak-anak kita tiba-tiba saja menangis, demam, atau terjatuh dan terluka parah. Atau, kadang kala kita sakit, sesak misalnya, lalu memeriksakan diri ke dokter, tapi dokter tak menemu penyebab sakit yang diderita.

Bukan hanya sakit badan, jiwa pun bisa terkena 'ain, tetiba saja bersedih, gundah, hati gelisah, bahkan dari cinta menjadi benci, suami istri tiba-tiba bertengkar hanya persoalan sepele, maka jangan heran jika suami istri beradu ego di meja hijau bersidang cerai tapi tak tahu jelas alasan syar'i bercerai saat ditanya oleh sang hakim, di langit hati masing-masing masih bergelantung harap terus bersama, merajut kembali benang kebahagiaan.

Tentu tidak semua pandangan dimanfaatkan setan mengalirkan penyakit 'ain, tapi lebih baik membentengi diri dari musuh nyata yang telah Allah pastikan, tak mungkin musuh memberi kebaikan, apalagi bukan sembarang musuh, tapi musuh dunia akhirat.

Era yang semakin canggih membuka ruang seluas-luasnya bagi kita menjembatani setan mengirimkan keburukan dari pintu 'ain, media sosial daring begitu berpengaruh pada interaksi sesama melalui komunikasi jaringan komputasi nirkabel, gambar dengan mudah terkirim, ribuan gambar menyatu dan tercipta video yang bisa disaksikan dari belahan dunia lain, hampir tak ada lagi jarak dan waktu jadi pemisah di era informasi digital.

Era informasi sedikit banyak memengaruhi perubahan gaya hidup atau live style secara drastis, dulunya kebahagiaan cukup dinikmati bersama di lingkungan rumah tangga, atau kala sedang berkumpul dengan keluarga besar, orang lain tak punya akses menyaksikan kebahagiaan keluarga di ruang-ruang keluarga, ruang pesta dan sebagainya. Kini, begitu mudah kita menyaksikan kebahagiaan orang lain, bahkan sampai urusan kebahagiaan dalam kamar. 

Hadirnya media sosial berbasis jaringan internet memudahkan manusia saling berhubungan jarak jauh, memudahkan tersebarnya informasi untuk diketahui khalayak, aktifitas keseharian dapat diunggah dan disaksikan oleh jutaan orang dalam waktu singkat. Sungguh kecanggihan yang tak dapat dielakkan.

Namun, kecanggihan teknologi yang berjuta manfaat tak bisa diharapkan terbebas dari dampak negatif, khususnya bagi yang menggunakan teknologi dengan tidak bijak, dimana kebebasan berinteraksi yang tak terbatas membuka peluang terjadinya kejahatan disadari maupun tidak, yang terlihat maupun gaib.

Hadirnya media sosial tak hanya memudahkan mencapai kesuksesan dan kebahagian, tetapi juga melegitimasi kebahagian, kesenangan, perasaan gembira menjadi bukan lagi milik kita seorang, perlu mengabarkan ke orang lain dan menunggu tanggapan balik agar kebahagiaan menjadi sempurna.

Kita perlu berhati-hati dan bijak menggunakan media sosial, tak semua harus orang lain saksikan, tak semua mesti butuh perhatian dari orang lain, menikmati kebahagian misalnya bersama suami atau istri yang sudah menikah, kecantikan atau keelokan paras anak-anak atau yang dicinta, tak usah diperlihatkan guna menambah kebanggaan dan kebahagiaan.

Mengabarkan kegembiraan, baik karena mendapatkan kesuksesan maupun kebanggaan atas anugerah diri dari segi fisik menjadi epidemi penjangkitan bahagia tak sempurna, ada denting keresahan bergantung bagaimana respon dari orang lain. Akhirnya bahagia kemayaan bukan hanya melegitimasi kabahagiaan menjadi kuasa orang lain, tapi juga membuka celah pandangan mata dimanfaatkan setan menjadi katalisator penyakit ‘ain menjangkiti.

Sekilas ini terkesan mengada-ada atau sulit diterima oleh akal, akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa ‘ain adalah nyata dan ada. Olehnya itu lebih baik berhati-hati, mengunggah gambar diri di medsos sebaiknya untuk hal-hal yang seharusnya, karena kita tidak tahu dari pandangan siapa yang menimbulan penyakit ‘ain, semoga keselamatan dan kesehatan senantiasa Allah anugerahkan.
#cerminhidup
#sinyaldarilangit

Sabtu, 14 Oktober 2017

POLIGAMI, DIRINDU DAN DIBENCI

Warganet kembali geger dengan kabar poligami Ustaz Arifin Ilham yang menikahi janda untuk jadi istri ke-3. Janda usia 37 Tahun, masih cukup muda untuk melahirkan keturunan.

Mendengar kata janda, para penentang poligami yang dipraktikkan sang ustaz sekiranya tak perlu membully-nya seperti kala pertama melakukan poligami dengan menikahi seorang gadis masih muda.

Banyak yang menyayangkan beliau saat pertama kali berpoligami, apalagi karena menikahi perempuan muda. Ada yang menulis harusnya menikahi perempuan tua atau janda untuk melindunginya.

Dan, kala kemudian kembali menikah yang ke-tiga, yang dinikahi adalah janda, tapi tetap saja para penentang tak setuju. Dianggapnya sang ustaz hanya uantuk memuaskan nafsu "selangkangan", jauh dari dakwah sunnah Rasul yang dibolehkan.

Bahkan, salah satu media online merangkum amukan warganet mengkritik sang ustaz, judulnya "Punya 3 Istri, Ustadz Arifin Ilham diminta nikahi janda tua", lah ternyata bukan soal janda atau gadis yang diributkan selama ini, tetapi usia harus jompo.

Beberapa komentar yang dikutip adalah memintanya menikahi janda usia 60 Tahun. Sebaiknya mari kita baca dalil tentang bolehnya poligami, dalam firman-Nya,
"Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi masing-masing dua, tiga, atau empat—kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, kawinilah seorang saja—atau kawinilah budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya. (QS an-Nisa’ [4]: 3)".

Ayat ini menunjukkan bahwa menikah lebih dari satu dibolehkan, sampai 4 bahkan. Lalu dijelaskan kalau takut atau dengan kata lain belum mampu berlaku adil, sebaiknya menikahi satu saja.

Kita kesampingkan dahulu kata mampu berlaku adil pada ayat di atas, arena adil adalah relatif. Pun, setiap orang beda kemampuan dalam berlaku adil, apakah mampu benar adil dalam menafkahi lahir batin atau malah berbuat aniaya. Pun, ini relatif, bukan soal satu atau punya empat istri, karena kembali ke kemampuan seseorang, karena kalau satu adalah jaminan tak berbuat aniaya, maka tak ada perceraian yang memisahkan cinta terikat pernikahan.

Perlu juga memperhatikan ayatnya bahwa dianjurkan menikahi wanita-wanita yang disenangi, dan ada banyak faktor seorang perempuan pantas disenangi. Menikah adalah untuk mendapatkan keturunan guna memperbanyak generasi Islam. Lalu kalau syaratnya menikah poligami harus yang renta, bagaimana peluangnya perempuan menopause bisa melahirkan.

Selain itu, hikmahnya menikah memperluas ladang pahala, tak terhitung pahala berganda bagi Istri melayani seorang pemimpin yang tak lain adalah suaminya, bagaimana mungkin nenek-nenek bisa melayani suaminya dengan baik.
Meributkan poligami dengan kebencian sebenarnya adalah panggung orang-orang yang tak mampu berpoligami namun ada keinginan mendua, tak perlu malu karena lelaki sangat dimengerti punya naluri mendua.

Hanya saja, bagi penentang poligami, biasanya memang belum mampu berpoligami, seperti orang yang sirik dengan harta, tak pernah merasakan kebahagiaan dari harta yang Allah berikan berupa mobil karena ada orang lain yang terlihat lebih nyaman dengan rezeki mobil lebih mewah. Bahkan, kebahagiaan berumahtangga pun akan sirna jika parameter kebahagiaan pada apa yang dimiliki orang lain.

Wajar jika perempuan ada yang tak sepakat poligami, itu karena ia pun belum mampu dipoligami, dan tentu saja kemungkinan suaminya pun belum mampu poligami, hanya sebatas mentok di pikiran. Tetapi, banyak perempuan yang tak mau dipoligami tapi tak menentang ataupun mencaci pelaku poligami, apalagi kalau melihat seorang perempuan yang dipoligami membolehkan suaminya menikah lagi.

Banyak yang merindukan bisa berpoligami, tapi hasratnya harus pupus karena ketidakmampuannya memantaskan diri berpoligami. Bukan soal harta semata, tapi iman dan keilmuan yang mumpuni menjalani tanggungjawab maha berat itu. Makanya, kegagalan berumahtangga banyak disebabkan tipisnya iman dan rendahnya ilmu.

Cukuplah mengambil hikmah dari seseorang yang berpoligami, baik pada orang yang berhasil tetap sakinah mawaddah wa rahmah penuh keberkahan dengan berpoligami atau pada orang yang gagal menjalani lebih dari satu istri.
Bagaimanapun, menikah adalah urusan dunia akhirat seseorang, mau lebih dari satu atau cukup satu, semua akan dipertanggungjawabkannya sendiri.
Bagi kita yang belum mampu poligami atau merasa poligami pelanggaran HAM kepada perempuan, silakan perbaiki Iman, mana mungkin Allah bolehkan yang menindas hak asasi hamba-Nya.

Kalau tidak setuju poligami yang dilakukan tokoh agama, tak perlu mencaci. Karena banyak tokoh jadi panutan pun juga berpoligami, dan tidak merugikan siapapun karena melaluinya dengan benar dengan cara yang baik-baik pula.
Jangan sampai, menentang poligami karena mengambil sampel dari kegagalan seseorang berpoligami. Itu sama saja menentang Alquran karena mengambil sampel dari seseorang beragama Islam. Pintar baca Alquran tetapi seorang penjahat, koruptor ataupun pembunuh.
#cerminhidup
#sinyaldarilangit
*pernah dimuat di Fajar Online 10/10/2017

Rabu, 04 Oktober 2017

SURAT KETERANGAN TIDAK MAMPU JAUH DARI ISTRI

Program pemerintah selain harus ramah anak dan ramah ibu, sepertinya juga harus ramah suami, betapa banyak suami menahan siksa berpisah dengan istrinya gara-gara profesi istri sebagai Ibu rumah tangga merangkap PNS. Tersiksa karena sang suami selain profesinya sebagai bapak rumah tangga juga terkadang bekerja sebagai PNS atau pengusaha yang berada jauh dari tempat sang istri mengabdikan diri sebagai abdi negara.

Seorang kawan mengingatkanku akan keadaannya yang kadang hanya setahun berkumpul dengan keluarga, sang istri sebagai PNS membaktikan diri di kabupaten berjarak ratusan kilometer dari tempat dirinya sebagai pengusaha di ibukota. Sungguh saya mengangkat jempol untuknya yang mampu bertahan, saya mungkin pernah hanya seminggu sudah merasakan bagaimana rindu menyiksai diri, sedang dirinya hitungan bulan adalah luar biasa.

Seandainya saja ada di kelurahan surat keterangan tidak mampu berpisah dengan istri, maka sangat disarankan mereka yang terpisah dengan pasangan oleh pekerjaan masing-masing harus mengurusnya segera jika syarat itu yang membuat suami istri bersama dalam sekejap. Setidaknya pemerintah atau pengambil keputusan memudahkan bagi seorang istri berstatus PNS mengurus pindah mengikut apapun pekerjaan suaminya.

Selama ini, sejauh yang biasa didapati, mereka yang ingin pindah dari daerah tempat awal terangkat PNS ke daerah lain, baik karena alasan ikut suami bagi seorang istri atau suami yang ingin dekat dengan anak istrinya, juga alasan klasik, ingin kembali ke tanah kelahiran harus menunggu 5 sampai 10 Tahun lamanya,  tapi ada juga yang cepat, tergantung hebatnya mengurus pindah.

Suami sebagai pemimpin rumah tangga harusnya diutamakan walaupun misalnya bukan PNS yang terikat. Suami wajib bekerja menjadi perantara  rezeki bagi keluarganya, sedang istri tidaklah diwajibkan, maka sepantasnya jika pemerintah mendukung istri mengalah dan ikut dimana suami menetap mencari nafkah untuknya, janganlah istri yang utama karena berstatus PNS sedangkan suami bukan. Beda kalau suami PNS, biasanya istri mudah pindahnya.

Beberapa tahun silam, kakak lelakiku yang pertama ketika terangkat PNS guru di Bantaeng langsung mengurus istrinya yang lebih dulu terangkat PNS guru di Makassar untuk pindah ke Bantaeng. Ia ceritakan bagaimana koleganya merasa perjuangan akan berat mengurus kepindahan istrinya yang belum lama terangkat PNS, apalagi jika tak punya kenalan orang hebat di sekitar pengambil keputusan.

Doanya mungkin yang hebat, berhitung bulan yang tak lama, SK pindah istrinya ke bantaeng diteken oleh seorang petinggi Dinas Pendidikan Provinsi. Alasannya ketika ditanya saat menghadap di ruangan pejabat pengambil keputusan adalah ingin tinggal bersama istrinya di Bantaeng, tak sanggup jika hanya bersama di akhir pekan. Sang pejabat yang mendengarnya seketika meneken SK pindah istrinya dan bilang "Saya tidak punya alasan memisahkan kalian". Angkat topi untuk beliau yang saya lupa namanya, jarang ada pejabat yang begitu pengertian atas siksa bathin para suami ataupun istri yang terpisah tinggal karena sebagai abdi masyarakat. Sungguh, doa dan ikhtiarnya adalah surat keterangan tidak mampu jauh dari istri yang langsung dibalas oleh Allah.
*Bantaeng-Pangkep-041016 (tulisan lama)
#sinyaldarilangit

Kamis, 28 September 2017

RINDU JANGAN DIAM KARENA CINTA BUTUH KEPASTIAN

Percakapan dengan seorang kawan di aplikasi WA, ia masih muda, kenal dengannya belum lama, saling kenal kala mengikuti kegiatan bakti sosial dan membuat kami sering berkomunikasi khususnya di grup WA.

"Tidak saya ganggu jaki kak krn mau ka konsultasi sama minta petunjuk 😂", isi pesan singkatnya setelah mengucap salam.

"Hehe, tidakji dinda, tapi mauka siap-siap ke pangkajene, lagi di kampungka", kujawab pesannya sekaligus menyampaikan tidak lama lagi akan dalam perjalanan.

"Oke pale kak", jawabnya singkat mengetahui percakapan mungkin akan berlanjut beberapa jam lagi.

"Saya sudah di Pangkajene dinda, silakan kalau ada yang mau dikonsultasikan..hehehe", kubalas pesannya yang sedari siang tak terbalas.

"Saya sekarang lagi dekat sama seseorang kak (gadis), saya mengenalnya baru sekitaran 2 bulann, kami selalu komunikasi & sesekali ketemu kalau ada waktu luang untuk saling cerita & berbagi hingga akhirnya saya merasa nyambung dengan nya. Setelah perkenalan itu berjalan, saya diberi kabar darinya kalo akan ada seorang cowok yang mau datang meminang nya😭😭😭 saya sudah berusaha mencoba untuk tidak membebani hal tersebut dalam diriku tapi tetap saja selalu saya pikirkan. saya sudah menenangkan hati & pikiran lewat shalatku tapi malah ndak bisa khusyuk dalam salat. Bagaimana kira2 kak ???", isi pesannya membalas, isinya cukup panjang mencurahkan isi hatinya yang sedang menggalau, ditambah emoticon yang menumpahkan air mata, ah sungguh kawanku ini sedang dirundung gelisah, jelas denting kesedihan mengiringi ketikan pesannya padaku.

"Kalau ia layak diperjuangkan, perjuangkan! Karena perempuan khususnya keluarganya biasanya memilih yang datang mengetuk pintu, bukan yang menyapa di jalan saat berpapasan, karena yang berani mengetuk pintu rumah seorang tua yang menantikan anaknya dijemput cinta butuh berjuang melangkahkan kaki. Butuh tekad dan keyakinan, bukan hanya pada diri si laki-laki tapi menular ke keluarga yang mengantar", jawabku memberikan semangat agar tak berputus asa, harapku agar ia tidak begitu saja menyerah. Kemudian saya lanjutkan untuk sedikit masukan padanya,


"Salat istikharah, agar Allah beri petunjuk, apa seorang perempuan yang dianggap baik itu layak diperjuangkan atau tidak. Salatnya jangan sekali, butuh berkali untuk mendapat jawaban sinyal dari Langit, karena ini hal yang besar dalam hidup akan diputuskan, bukan hanya untuk dunia tapi sampai akhirat tujuan dari keputusan itu bermula, maka melibatkan Allah dengan salat Istikharah jauh lbh baik"


Oh iyah, Ini mundur yah? maksudnya biarkan dia dilamar gitu? tanya ke perempuannya dulu, karena perempuan juga berhak memilih, tapi ingat perempuan butuh kepastian", tambahku ingin memastikan perjuangannya sampai di mana.


"Hahaha iya saya sudah sampaikan sama si perempuannya kalo saya juga serius & mau datang bicarakan niat baikku ke ortunya tapi saya tidak bisa secepat yang dia inginkan kak karena kondisi ekonomi dari keluargaku juga yang belum bisa untuk saat ini", ia mengaku juga serius, hanya saja bukan dalam waktu dekat".

Saya kemudian memberi pertimbangan jika memang punya niat melamar seorang gadis, "Mungkin untuk mundur hitungan bulan insyaAllah perempuan bisa, asal jangan bertahun, karena desas-desus dalam keluarga cepat sekali menyebar, untung-untung kalau tidak sampai ke tetangga kalau si perempuan ada yang mau datang melamar, nah karenanya kepastian itu dibutuhkan agar meredam bisik-bisik tak sampai menyebar sebelum waktunya".

"Sang perempuan juga kak menyerahkan mi sepenuhnya ke ortunya", jawabnya kemudian.

"Berarti tergantung keputusanta dinda, ingat soal jodoh sama saja dengan cita-cita, di mana ada kemauan di situ ada jalan, bicarakan kembali ke keluarga terdekat, sambil memantapkan ketetapan hati dr salat istikharah"

"Itu yang sampai bertahun-tahunnya sy pikirkan kak 😭" tambahnya menjelaskan kesanggupannya tak bisa jika dalam bulan-bulan waktu dekat ini melamar, jika tahun mungkin saja baru ia sanggup.

"Ooh, berarti kita sudah nemu benang merahnya, di sana dalam waktu dekat sedang menanti, sedang situ masih menanti dalam waktu lama. Bisa jadi pelajaran, cinta tak memandang seberapa kuat ia merindu, tapi seberapa kuat tekad ia menggenggam keyakinan bertemu pada satu titik bernama pernikahan, prosesnya sabar dan ikhlas, makanya tak mudah menggapainya, kecuali bertemu pada titik itu hanya keterpaksaan maka mudah saja, tapi beda debaran degup jantung, derasnya darah membumbung ubun-ubun tak menimbulkan tetes keringat dingin berarti, semuanya terlewati dengan sesak di dada. Maka, kembali mulai ikhtiar, banyak berdoa, dan berharap kala cinta menyapa, sudah tertanam tekad dan keyakinan yang kuat."
#sinyaldarilangit
*Pangkep, 28 September 2017

Rabu, 20 September 2017

SILAKAN MEMILIH PERTAMA DARI CANTIKNYA PEREMPUAN

Mencari pasangan hidup boleh saja cantik menjadi pertimbangan pertama memilihnya, atau yang pertama membuat jatuh cinta dari parasnya, tapi saat memutuskan dua hati pantas bersanding agamalah yang utama.

Agama pun tak melarang memilih pasangan dari kecantikan, selain dari karena hartanya, kemudian dari keturunan atau keluarga baik-baik, nah ketiganya menjadi pertimbangan yang mengakhirkan agama ketika hendak menikah.

Tentang hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya dan pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari)

Agama yang akhirnya menjadi yang utama alasan memutuskan memilih, cantik ataupun biasa saja, kaya ataupun sederhana, keturunan baik-baik ataupun tidak, kesemuanya jika ada yang kurang akan sempurna dengan baiknya agama seseorang.

Baiknya agama membuat kekurangan harta tak jadi persoalan, karena agama membuat hati seseorang selalu berkecukupan, pun dengan paras yang oleh orang lain bilang biasa saja, dengan melihat agamanya, hati seorang perempuan memancarkan kecantikan bagai bidadari.

Seorang dosen inspiratif Unhas Prof Veni Hadju menyatakan pentingnya memilih perempuan karena agama, dikutip oleh harianamanahdotcom bahwa menurutnya, dengan wanita yang faham agama, maka masalah dalam rumah tangga mudah ditangani sebab Islam mengajarkan aqidah, termasuk perilaku dalam berumah tangga. (harianamanah.com, 13/9/2017)

Menikah sesuai anjuran agama adalah apa yang utama kita memilih, di situlah menjadi pondasi kuatnya rumah cinta terbangun dan tetap bertahan, manjadi dasar perjuangan cinta dimulai hingga akhir menemu pintu kembali kepada-Nya.

Maka, tak ada cinta yang mampu bertahan dari pilihan pondasi pernikahan di antara harta, kecantikan dan nasab keluarga, semuanya sangat mudah menjadi kegagalan dalam ujian perjalanan hidup berumah tangga.

Jika saja memilih perempuan karena mengutamakan parasnya, maka bersiaplah kelak berjuang mempertahankan kecantikannya, dan kala kecantikan tak lagi mampu bertahan ditelan zaman, seketika itu juga cinta luntur dan menimbulkan keretakan rumah tangga karena hilangnya pondasi cinta dari cantiknya paras.

Apa lagi yang menjadi alasan mempertahankan cinta, jika cinta terbangun dari kecantikan yang ternyata hanya bertahan beberapa tahun tak bisa mengelak usia menua, seperti membeli mobil baru karena modelnya yang menawan, ketika mobil-mobil keluaran terbaru menggeser model sebelumnya, maka tak ada jalan lain kecuali menggantinya dengan model terbaru yang lebih menawan memanjakan mata.

Untukmu yang belum dan mau menikah, pilihlah karena agamanya, jika cantik lalu agamanya baik maka pilihlah, jika cantik lalu tak baik agamanya maka menolaknya niscaya adalah keberuntungan. Beruntung dalam kehidupan pernikahan bukan apa yang orang lain lihat tapi apa yang kita rasakan  atas ridho-Nya merawat cinta bersama yang dititip di masing-masing hati.
#sinyaldarilangit
*Pangkep, 20 September 2017

Sabtu, 16 September 2017

FENOMENA PANAIK DAN PSIKOLOGI CINTA

Jagat maya kembali digemparkan oleh kasus bunuh diri seorang gadis muda usia 22 tahun di Belawa Kabupaten Wajo, ramai diberitakan penyebab bunuh diri karena kandasnya hubungan cinta dengan kekasihnya yang sudah datang melamar tapi ditolak keluarganya. Kita pun patut prihatin

Bunuh diri gara-gara uang panaik (Paenre' dalam bahasa Bugis), begitulah pandangan sebagian orang mendengar kabar dari media bahwa seorang gadis yang nekat mengakhiri hidupnya dengan racun. Ditengarai karena uang panaik pria yang melamarnya tak sesuai harapan orang tua sang gadis kemudian menjadi alasan tertolaknya lamaran padanya. Maka, panaik pun menjadi bulan-bulanan penyebab hilangnya nyawa seseorang.

Sampai di situ, saya tidak tertarik membahas uang panaik, apalagi hendak menyalahkan budaya Bugis Makassar yang sudah ada turun temurun. Tertolaknya lamaran karena uang panaik adalah hal yang lumrah, biasanya karena kedua belah pihak tak menemu kesepakatan dari nilai panaik saat mempertemukan perwakilan keluarga.

Tak ada yang salah dengan adanya panaik, ulama-ulama pun tak memfatwakan haram, walau ada anjuran atau petuah ulama agar jumlahnya tak berlebihan hingga memberatkan keluarga pihak laki-laki mempersunting seorang perempuan Bugis Makassar, karena pernikahan terkait dengan ibadah, tak baik mempersulit.

Sebenarnya yang paling mendasar seseorang nekat mengakhiri hidup dengan bunuh diri karena faktor psikologis, baik karena persoalan kesulitan hidup yang membuatnya tak mampu menyesuaikan diri keluar dari masalah yang dihadapi, maupun karena depresi yang membuat pelakunya bertindak di luar akal sehat atau waras. Kebanyakan berawal dari masalah dalam keluarga, putus cinta dan lain sebagainya.

Sigmund Freud menerangkan masalah Bunuh diri berdasarkan teori Psikoanalisa mengatakan bahwa Bunuh diri adalah suatu bentuk agresi yang ditujukan ke dalam. Seseorang yang Bunuh diri sebetulnya ingin membunuh image (bayangan) Kebencian terhadap orang tua mereka sendiri yang ada di dalam diri mereka

Selain itu, faktor kepercayaan pada dogma agama yang kian menipis, beberapa pokok ajaran agama mengharamkan tindakan menganiaya diri sendiri apalagi menamatkan hayat dikandung badan. Islam misalnya, memberi ancaman neraka bagi umat yang melakukan bunuh diri, terlepas dari ancaman tersebut, kurangnya pemahaman akan ajaran moral menjaga diri dari berbuat aniaya pada diri sendiri.

"Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah". (QS. An-Nisa': 29-30).

Alasan seseorang melakukan bunuh diri lebih pada kurangnya kemampuan mengendalikan diri dalam menghadapi masalah hidup, devaluasi kepercayaan diri, hingga kehilangan makna hidup dan harapan masa depan, dan kebanyakan karena krisis dalam hubungan interpersonal seperti konflik-konflik, pemutusan hubungan, akhirnya depresi ataupun stres.

Kembali pada gadis Belawa bunuh diri yang katanya stres akibat uang panaik tertolak oleh orang tuanya, tak bisa lepas dari adanya hubungan interpersonal yang intim sebelum ikatan resmi bernama pernikahan. Hubungan tak resmi yang kini umum dinamakan pacaran, yakni hubungan percintaan atas perasaan suka di antara lawan jenis untuk mengalirkan rasa senang, rindu dan cinta kasih.

Adanya hubungan yang intim, membuat pelakunya merasa orang yang berhak masuk ke kehidupannya yang baru setelah menikah hanya seorang yang selama ini membersamainya memadu kasih berpacaran. Sehingga, ketika uang panaik tak sesuai harapan orang tuanya menjadi alasan ditolaknya lamaran membuatnya stres, menganggap harapan hidupnya pupus seperti kehilangan harga diri yang tidak lagi pantas hidup menanggung malu gagal menikah.

Maka, uang panaik, terlepas dari tinggi rendahnya, tidak bisa begitu saja dipersalahkan,  apalagi sampai menjadi penyebab seseorang bunuh diri hanya karena alasan penolakan keluarga saat pelamaran.

Mengenai jumlah panaik adalah sesuatu yang bisa dibicarakan dengan saling terbuka, karena uang panaik berhubungan dengan biaya pesta pernikahan, disamping sebagai penghargaan kepada keluarga perempuan, sehingga saat lamaran belum menemu kesepakatan jumlah akan terus dilakukan pembicaraan hingga menghasilkan keputusan. Keputusan bisa berupa disepakatinya jumlah panaik, atau bisa kesepakatan menunda pembicaraan untuk kembali ke keluarga masing-masing agar mencari solusi lain sebelum melanjutkan pembicaraan.

Adanya penolakan, tidak terjadi begitu saja dengan alasan jumlah panaik tak sesuai harapan keluarga perempuan, karena tinggi rendahnya panaik relatif, yang kemungkinan tertolaknya lamaran biasanya lebih pada ketidaksetujuan keluarga pada calon yang berniat mempersunting anak gadisnya, juga boleh jadi karena ada calon lain lebih disenangi keluarga perempuan yang ditunggu datang melamar, tak pandang apakah anak gadisnya senang atau tidak. Dan, tersiar kabar, keluarga gadis yang bunuh diri memang sedang menyiapkan calon lain melamarnya, terlepas dari rendahnya uang panaik yang ditolak keluarganya.

Memandang fenomena panaik dan maraknya kisah kasih tak sampai pelaminan, perlu kesadaran bersama bahwa panaik walaupun adalah tradisi, jangan sampai jadi penghalang bersatunya cinta dua insan dalam ikatan pernikahan. Pun, adanya hubungan pra nikah perlu jadi perhatian khusus bagi orang tua dalam mencegah anak-anak khususnya remaja untuk menghindarinya hingga usia dewasa kemudian memutuskan menikah.

*Tulisan ini pernah dimuat di Koran Tribun Timur 30 Maret 2017

Jumat, 15 September 2017

MATA SEMPIT MEMANDANG KEDATANGAN SANG RAJA

Rencana Raja Salman liburan ke Bali saat menyambangi Indonesia, membuat mata sempit sebagian kita memandang bahwa penguasa dua tempat suci umat Islam, Mekah dan Madinah, hanya menghamburkan uang umat demi memenuhi keinginan Sang Raja melancong. Bagi mata sempit menganggap orang bertaqwa, alim ulama, penghafal Alquran tak pantas liburan di pulau Dewata, pun menghabiskan uang jutaan dollar untuk bersenang-senang di saat masih banyak umat Islam berkekurangan adalah tindakan tak terpuji, abai akan nasib saudara seiman di bebagai negara yang dilanda peperangan, pertikaian politik, kekeringan, ataupun wabah penyakit.

Beberapa tahun lalu sebuah organisasi Islam pejuang khilafah juga tak lepas dari sikap mengkritisi Pangeran Arab Saudi yang kini memegang tahta kerajaan, kritikan pedas yang dituliskan dalam sebuah artikel pada website resmi organisasi tersebut yang berjudul cukup provokatif, "Pangeran Saudi Bayar 30 Juta Dolar untuk Puaskan Syahwatnya," walaupun dalam tulisannya yang menanggapi liburan Sang Pangeran ke kepulauan Maladewa, tak ada kaitan dengan nafsu keinginan bersetubuh seperti makna syahwat yang umum dipahami masyarakat awam.

Penulis artikel tersebut menyayangkan sikap para penguasa Saudi yang menghamburkan kekayaan pada yang bersifat kesenangan dunia menuruti syahwat.

"Sungguh begitu menyakitkan kita melihat para penguasa Saudi justru bersenang-senang dan menghambur-hamburkan kekayaan umat untuk memuaskan syahwatnya dan keinginan nafsunya. Sementara mayoritas kaum Muslim hidup dalam kondisi kesulitan, penderitaan dan ketakutan," Ujar penulis artikel tersebut.

Memang kita tak bisa menafikan bahwa masih banyak umat Islam dalam kondisi memprihatinkan, sehingga ketika memandang Penguasa Saudi dari sudut mata lalat akan ditemukan ketidakadilan sebagai negara yang menerapkan hukum Islam, dimana ajaran Islam begitu peduli dengan nasib sesama, jauh dari sifat berlebih-lebihan dalam kesenangan dunia.

"Seandainya pangeran, raja dan para penguasa Arab Saudi lainnya masih memiliki sedikit kehormatan dan keimanan, niscaya mereka tidak akan menghambur-hamburkan kekayaan, sementara sebagian besar umat dalam keadaan sangat membutuhkan," tambahnya.

Sungguh penulis berlaku tidak adil dalam memandang penguasa saudi, bagaimana mungkin meragukan keimanan orang-orang yang sedari kecil menghafal Alquran dan mengamalkannya di negeri hukum Islam diterapkan, sungguh kehormatan penguasa Saudi tak hilang hanya dengan membayar mahal liburan vvip di Kepulauan Maladewa, Malah dengan membayar sedemikian banyak akan jauh lebih nyaman tak perlu bercampur dengan turis lain menikmati keindahan berpesiar.

Tak jauh beda dengan banyak kalangan anti Saudi saat ini di Indonesia, pertanyaan muncul menyeringai niat Raja Arab ke Bali demi bersenang-senang belaka, di tempat minoritas kaum muslimin, kenapa tidak ke Serambi Mekah di Aceh sana yang mayoritas muslim. Dan, banyak lagi cibiran mata lalat memandang Sang Raja yang akan datang ke Indonesia dengan segala kemewahan dan niat investasi ratusan trilyun di Indonesia.

Kita tidak menutup mata, bahwa Sang Raja, Pangeran dan para pejabat Saudi juga manusia biasa yang tak lepas dari kesalahan dan kekhilafan. Akan tetapi, kita pun perlu membuka mata lebar-lebar bahwa tak terhitung berbagai kebaikan pemerintah Arab Saudi kepada dunia Islam khsususnya negara berpenduduk mayaoritas muslim seperti Indonesia.

Jangan lupa, saat tsunami Aceh 2004 silam, saat beberapa negara ikut membantu dan memulihkan kondisi Aceh yang luluh lantak, mengumumkan jumlah bantuan kepada pemerintah, diam-diam Pemerintah Arab Saudi mengucurkan bantuan hampir 5 Trilyun Rupiah dalam bentuk hibah berupa uang tunai, obat-obatan, alat kedokteran, selimut dan bahan makanan yang terkumpul dari masyarakat Arab Saudi dan pemerintahnya.

Kalau sebagian kita menganggap Arab Saudi abai terhadap kondisi negara tetangganya di Timur Tengah, khususnya Palestina yang terjajah puluhan tahun, mungkin kita tak membuka mata lebar dalam memandang kabaikan negara yang dicap 'Wahabi' ini. Sebagaimana media memberitakan: “Arab Saudi menegaskan bahwa mereka akan tetap melanjutkan pemberian bantuan dana yang jumlahnya sekitar 15 juta dollar AS setiap bulannya untuk pemerintah Palestina.”

Selain itu, beberapa negara dalam kondisi perang, seperti Bosnia yang mempertahankan kedaulatan dari Serbia, Afghanistan yang dibela dari gangguan Rusia, menyelamatkan muslim kuwait dari pembantaian Partai sosialis komunis Ba'tsi Iraq, serta serangan Syiah Iran di Bahrain dan Yaman adalah bukti kongkrit kepedulian Kerajaan Arab Saudi kepada sesama muslim di dunia.

Indonesia sendiri telah lama menjadi tujuan dana hibah dalam pengembangan kehidupan muslimin, ratusan masjid dibangun, sekolah Islam ataupun pesantren atas bantuan Saudi, baik dari pengusaha, ulama maupun dari pemerintah Arab Saudi sendiri.

Menanggapi kunjungan Raja Salman ke Indonesia, lingkaran pemerintahan Jokowi dalam hal ini  Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di depan media menyebut salah satu poin pembicaraan dalam lawatan  adalah soal wakaf.

"Jadi ini yang akan kita kembangkan ke depan agar wakaf bukan hanya untuk masjid, untuk sekolah, tapi juga usaha-usaha produktif sehingga nilai harta yang diwakafkan itu bisa lebih dirasakan oleh masyarakat luas." kata Lukman seperti diberitakan detik.com Senin, 27 Februari kemarin.

Memaknai kedatangan bersejarah Raja Salman ke Indonesia tak lepas dari kedermawanan pemerintah Arab Saudi terhadap saudara muslim di negara lain, rencana Investasi Milyaran Dolar ke Indonesia tak lepas dari kondisi negara kita yang membutuhkan pinjaman dalam melakukan pembangunan, dan hebatnya dana pinjaman tanpa riba atau tanpa bunga seperti negara-negara power melebarkan sayap memperkuat pengaruhnya di negara lain.

*Tulisan lama 28 Februari 2017

MAPPASIKARAWA DAN REALITAS PACARAN

MAPPASIKARAWA DAN REALITAS PACARAN

Pernikahan adalah tuntunan agama, walaupun begitu tak bisa dilepaskan dari adat istiadat (Pangng’ade’reng) atau budaya turun temurun dalam sebuah kehidupan kemasyarakatan. Terkadang adat istiadat disejajarkan dengan perintah agama, wajib hukumnya diikuti, bahkan sebagian ada yang mendahulukan adat daripada tuntunan agama yang mereka anut. Kebanyakan masyarakat yang lahir dari suku atau daerah memang hidup mendarah daging dengan ajaran nenek moyang.

Sebuah ungkapan orang Bugis mengatakan “Utettong ri ade’e, najagainnami siri’ku”, artinya, Saya taat kepada adat, demi terjaganya atau terpeliharanya harga diri saya (Mattulada, 1985). Ini menunjukkan bagaimana kuatnya ikatan adat ke dalam hidup seseorang seperti halnya dogma agama yang ditaati.

Sulawesi selatan terdapat beberapa suku dengan kekhasan budaya masing-masing, sebut saja misalnya suku Bugis yang merupakan suku paling dominan dari sisi jumlah. Selain itu, ada suku Makassar yang juga cukup dominan mendiami beberapa kabupaten. Baik suku Bugis ataupun Makassar, ke dua suku ini dapat dibedakan dari bahasa, Bahasa Bugis dan Bahasa Makassar. Sedangkan dalam budaya adat istiadat kadang tak bisa dibedakan dan tak terpisahkan dengan banyak kemiripan di dalamnya. Sebut saja Mappasikarawa (Bugis) dan Appabajikang Bunting (Makassar) dalam perkawinan dua suku tersebut. Budaya yang tak terpisahkan dari prosesi pernikahan atau perkawinan dalam adat istiadat keduanya yang mengikat sebagai norma yang disepakati bersama.

Mappasikarawa dalam Pernikahan

Mappasikarawa adalah proses mempertemukan mempelai pria dan mempelai perempuan setelah sah menjadi suami istri dari sempurnanya ucapan ijab kabul yang dipimpin wali perempuan atau diamanahkan kepada penghulu. Mempertemukan mereka dengan membawa pengantin pria memasuki kamar pengantin perempuan yang dijaga pihak keluarga.

Mempertemukan keduanya, dalam hal ini suami diantar pihak keluarga ke depan pintu kamar tidak begitu saja masuk dengan mudah untuk menemui istrinya, simbol menjemput cinta pada keluarga perempuan. Terkadang ada drama tarik-menarik pintu kamar antara kedua pihak, biasanya pihak suami menyerahkan seserahan seperti uang logam, uang kertas, atau gula-gula untuk menebus pintu dibukakan segera.

Prosesi romantis yang dipersaksikan ini berlanjut di dalam kamar bersama beberapa orang keluarga dan segera melakukan proses mappasikarawa oleh keluarga yang dihormati atau dituakan. Mula-mula tangan pria dituntun untuk menyentuh lembut tangan istri, biasanya kedua jempol dipertemukan, terkadang juga tangan pria diarahkan ke sisi wajah tepat di bawah telinga, kemudian ke arah dada di bawah leher, hingga yang terakhir suami mencium dahi sang istri setelah sebelumnya istri mencium tangan suami saat berjabat tangan.

Andi Nurnaga, dalam bukunya berjudul “Adat Istiadat Pernikahan Bugis” menerangkan makna Mappasikarawa atau Makkarawa, (menyentuh) sebagai sentuhan yang pertama sang pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan. Sentuhan ini diharuskan menyentuh bagian tubuh istrinya yakni ubun-ubun yang bermakna agar suami tidak diperintah istrinya; bagian atas dada yang bermakna agar kehidupan suami istri dapat mendatangkan rezeki yang banyak seperti gunung; dan berjabat tangan atau ibu jari, artinya suami istri saling mengerti sehingga tidak muncul pertengkaran dan saling memaafkan.

Sungguh, prosesi yang penuh hikmah di dalamnya, bagaimana suami harus menyentuh istri dengan lembut, bagaimana suami memperlakukan istri dengan benar, dan bagaimana seorang suami menjemput cintanya dengan cara terhormat. Adat yang cukup religius.

Realitas Pacaran dan Ancaman Mappasikarawa Hilang Nilai

Istilah pacaran tak lagi asing, walaupun bukan bagian adat istiadat apalagi tuntunan agama, hubungan interpersonal model pacaran semakin marak di tengah masyarakat dari usia masih anak-anak hingga dewasa. Pacaran diistilahkan sebagai hubungan antara lawan jenis dalam ikatan atas dasar suka, sayang saling mengasihi.

Dulu entah kapan mulai, tapi kini pacaran sudah membudaya sebelum memutuskan menikah, pacaran pun membuat pelakunya menganggap biasa saling bersentuhan, bahkan budaya siri’ semakin tergerus karenanya. Hampir dapat dikatakan menjadi paham sebagian orang yang bersesuaian ke dalam kehidupan bermasyarakat. Interaksi pun kadang tanpa batas, hingga hubungan lebih intim dilakukan atas dorongan saling mencintai.

Prosesi Mappasikarawa setelah akad nikah adalah simbol kehalalan bersentuhan dan kesucian cinta dipertemukan, dulu dijunjung tinggi tapi kini terancam hilang nilai. Apa nilai bagi mereka yang menikah tapi sudah tak lagi menggetarkan hati?, tak lagi merasakan bulu kuduk berdiri, darah serasa berkumpul di ubun-ubun tak lagi ada, degup jantung pun biasa saja, semua prosesi mappasikarawa dilalui sebatas formalitas pernikahan adat Bugis Makassar. Mereka sudah biasa bersentuhan, baik sembunyi maupun terang-terangan, dan menjadi bagian perilaku menyimpang. Abu Hamid (2003) menerangkan bahwa dalam kenyataan empiris sekarang tampak adanya pergeseran makna yang sesungguhnya merupakan penyimpangan tingkah laku, namun demikan nilainya belum hilang dan masih tersimpan dalam tradisi budaya.

Mappasikarawa semestinya tidak hanya dipandang sebagai menjaga atau melestarikan adat istiadat lokal “pangng’ade’reng” saat prosesi pernikahan, tapi perlu dijaga sebagai simbol kesucian cinta dua insan yang bertemu, sehingga hubungan interpersonal bernama pacaran sebelum pernikahan jangan sampai menodai makna mappasikarawa sebagai sentuhan pertama pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan.

*tulisan ini juga dimuat di media online jalur9dotcom
http://jalur9.com/opini-mappasikarawa-dan-realitas-pacaran/