Minggu, 14 Januari 2018

KEBUN AYAH, LAFAZ-LAFAZ ALAM YANG DIRINDU


Kalau ada rencana bulan madu dengan suasana kebun di tengah hutan, atau sekadar refreshing dari penat pekerjaan, silakan datang ke kebun ayahku, di sana akan kau dapati ketenangan dari ingar bingar kota, berganti dengan lafaz-lafaz alam yang menenangkan jiwa.

Seorang kawan ayahku sehabis pensiun tahun kemarin, nyaris Dua kali sebulan dari Makassar menyambangi kebun ayah, dibawanya istri dan anak-anaknya, ia pun bebas menggunakan fasilitas rumah (kami sebut villa biar keren) kebun, setiap datang tak pernah alpa ke sungai di kaki kebun, sungainya terisolasi dari cengkaman warga desa, wajar saja karena kiri kanan sungai hanya tebing terjal.

'Villa' di kebun lumayan besar, bisa menampung keluarga besar kami, 5 anak, 5 menantu, 18 Cucu yang masih kecil-kecil, bentuknya rumah panggung khas kampung, ukurannya kurang lebih 5 meter kali 9 meter, di dalamnya ada 2 kamar tidur untuk beristirahat, cukup nyaman, tak heran ayah ditemani mamak lebih sering menginap di villa andalannya itu.

Urusan masak-memasak di villa, dapurnya lengkap, boleh memilih menggunakan kompor gas atau tungku dan kayu bakar, kalau mau rasakan sensasi berbeda silakan pakai kayu bakar saja, kesan alaminya dapat, hidupkan bara dengan meniupnya pakai pipa bambu.

Soal bumbu masak, silakan kalau mau meracik dahulu kemudian dibawa ke kebun, seperti istri kawan ayahku, bumbu coto, sop ubi, ataupun kari, sudah diraciknya di Makassar lalu berangkat, yah memang lebih praktis daripada meraciknya di kebun, sisa menambahkan bahan alami saja yang ada di kebun sebagai pelengkap.

Oh iyah, sensasi alami hidup di tengah hutan bagi pasangan bisa sangat romantis, kalau mau bikin sop ubi, silakan suaminya cabut ubi sendiri, sang istri silakan menunggu di 'villa' sambil meracik bumbunya, atau boleh juga melakon sebagai peladang, menyiangi tanaman di kebun ayahku, biarkan peluh mengalir, merasai hidup bekerja di kebun, itung-itung bantu pekerjaan ayahku di kebun.

Di kebun, ayahku sambilan memelihara lele, ada 3 kolam terbuat dari terpal, sering kali kami nikmati makan siang dengan lele bakar, nikmat tiada tara dengan cabe segar ditumbuk dengan garam dan perasan jeruk nipis. Kalau anda mau, silakan menyerok sendiri lelenya di kolam, ayahku tak menjualnya, kecuali ada yang mau beli, yah lumayan kalau ada buat beli butiran pakannya atau menambah bibit lelenya.

Jika menginap di kebun tak perlu takut gelap, listrik PLN dengan kabel 700 meter dari desa menjangkaunya, makanya 'villa' kami ada TV dan lemari pendingin, AC tak perlu, udara sudah cukup dingin di sana. Dan, kalau kebelet buang air, jangan dulu rusuh hati, apalagi berpikir harus ke semak-semak membuang hajat, 'villa' sudah dilengkapi toilet ber-SNI, seperti yang umum digunakan di Indonesia.

Pagi tadi terbersit rencana di antara kami jamaah masjid Quba Pangkep untuk wisata religi di sana, sudah biasa bahas kitab hadits di masjid ba'da subuh atau ba'da magrib, sesekali ajak ustaz (pak Imam) refreshing, tapi tetap bisa berbagi ilmu kepada kami, beberapa jamaah lain sudah penasaran dengan suasana kebun, apalagi beberapa ada yang hoby naik sepeda, salah satu kawan jamaah malah menantang agar sepedaannya jangan di aspal terus, medan ekstrim perlu dicoba, tapi hanya dibalas senyum karena hanya sekadar bercanda.

Di saat bersamaan, kakak lelakiku mengirim foto sedang perjalanan ke kebun, ia lagi liburan di kampung, pagi buta sudah bertandang ke kebun ayah, seperti biasa, tak luput mencari pisang di kebun sebagai ole-ole sekembalinya ke Makassar, istrinya sangat suka pisang lasse', pisang yang bagi warga desa enaknya nomor sekian, lebih banyak berakhir jadi dampo' (pisang dikeringkan) karena rasanya tidak seenak pisang susu, dan teksturnya tak cocok digoreng seperti pisang raja ataupun pisang kepok, kecuali dijadikan dampo' setelah dijemur.

Kabar gembira juga karena rambutan di kebun ayah sudah berbuah, katanya sebulan lagi matang buahnya, ini buah pertama dan untungnya yang berbuah tidak hanya satu pohon.

Semoga saja masih sempat pulkam dan kembali bisa menikmati jiwa yang merdeka, menyelami jernih air sungai, gema kerikil di dasarnya, nada desiran angin hutan, sahutan burung dan lafaz-lafaz alam yang selalu dirindu.







Rate

Jumat, 05 Januari 2018

HOAX MEMBANGUN, MEMBANGUN CITRA DI ATAS HOAX

Rengking berapa de'?, tanyaku pada siswa RPC Cakep yang kemarin baru saja menerima rapor di sekolah.

Rengking 1 kak di mata mamaku, jawabnya bercanda.

Yah lagi heboh hoax membangun, Pernyataan Ketua Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Mayjen TNI Purn Djoko Setiadi soal 'hoax membangun' menjadi pembahasan warganet sampai ke siswaku. makanya ia mau bilang ke mamanya kalau ia meraih rengking 1 di kelasnya.

Tapi yah, saya setuju saja di mata mamanya ia selalu rengking 1 menurut pengakuannya, bukan setuju ia mengaku rengking 1 karena itu cuma candaan berada di antara taman-teman RPC-nya yang masuk peringkat 10 besar di sekolah.

Bagaimana pun, seorang ibu mesti membangun mental anaknya, jangan sampai anak merasa rendah diri tidak masuk siswa paling pintar akademik di sekolah.

Luar biasa kalau ibu siswaku ini membangun mental anaknya seperti itu, karena setiap anak memiliki kecerdasan tersendiri, karena pada dasarnya tak ada seorang pun yang memiliki kesamaan, bahkan anak kembar identik sekalipun

Rengking 1 di kelas juga bukan jaminan memiliki kualitas kecerdasan mumpuni dibanding yang lain, karena menurut Ary Ginanjar Agustian pakar ESQ, kecerdasan adalah sinergi kecerdasan Intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).

Berbicara kecerdasan yang berbeda, kita pun akan bertemu pesohor dunia yang sukses di bidangnya masing-masing, bisa jadi mereka tidak pintar-pintar amat dulunya di sekolah, atau yang pintar amat di sekolah menemu jalurnya menjadi seorang professor handal.

Atau, tengoklah kesuksesan dunia yang diraih Cristiano Ronaldo, pemain sepak bola internasional Portugal yang membela klub sukses Real Madrid, tentu ia tak sesukses itu kalau tiba-tiba beralih jadi pebulu tangkis, manantang nama-nama tenar seperti Pebulutangkis asal Denmark, Viktor Axelsen, atau pebulutangkis asal India, Kidambi Srikanth, keduanya saat ini menduduki peringkat 1 dan 2 tunggal putra dunia (data 2017).

Apalagi kalau tiba-tiba beralih profesi menjadi peneliti di laboratorium, atau mengikuti jejak ilmuan cerdas asal Indonesia Khoirul Anwar, penemu dan pemegang paten teknologi pemancar yang menggunakan konsep dua FFT, untuk dipakai pada metode SC-FDMA, dalam proses uplink 4G LTE, sekarang mulai ia kembangkan uplink 5G seperti yang disampaikannya kala saya mengikuti kuliah umumnya di Bandung 2 bulan lalu dalam MUNAS 4 FLP, sungguh kita boleh iri dengan kecerdasannya.

Deretan tokoh inspirasi ini dengan kecerdasan yang berbeda-beda jadi pelajaran bagi kita para orang tua, guru pendidik, ataupun bagi generasi muda, bahwa kesuksesan dunia diraih dengan gurat takdirnya masing-masing, di mana kecerdasan berperan di dalamnya.

Nilai rapor yang sering menjadi tolok ukur kepintaran siswa di sekolah tidak juga bisa jadi parameter suksesnya kelak, tapi benar ada nilai di atas kertas jadi penentu siswa bisa lulus PTN melalui jalur bebas tes SNMPTN, sebuah kesuksesan lulus PTN terbaik yang banyak diimpikan siswa.

Tapi, intinya bagaimana guru memberi nilai yang adil, karena nilai rapor saat ini khususnya kurikulum 2013 tak lagi mengenal nilai merah (jadi ingat masa SMA dapat nilai 5 matematika tertulis tinta merah di rapor) dengan skala nilai 0 - 10, tapi sekarang 1 - 4 dengan skala untuk aspek kognitif dan psikomotor, sedangkan untuk aspek afektif menggunakan SB = Sangat Baik, B = Baik, C = Cukup, K = Kurang.

Tak sedikit guru memberi nilai mata pelajaran yang diajarkan tidak lagi bergantung nilai ulangan ataupun tugas, tapi dari aspek akhlak dan kejujuran anak didiknya.

Beberapa pekan lalu, saya mendengar siswa RPC dengan bangga bakal dapat nilai tinggi Fisika di rapornya, alasannya sang guru di salah satu sekolah unggulan di Pangkep memastikan, kalau kejujurannya dalam ujian, baik ulangan harian, tengah semester ataupun ulangan semester, bakal diganjar nilai tinggi oleh gurunya, karena untuk penilaian di rapor dengan mengumpulkan nilai-nilai ulangan dan tugas hampir tidak ada siswa yang dapat mencapai nilai standar penilaian rapor, maka aspek kejujuran dan akhlak sehari-hari siswa adalah pengungkit nilai yang menjadi pembeda nilai nantinya.

Salam takzim dalam hati untuk guru itu terlontar ke Langit, selalu ada guru hebat untuk melahirkan siswa-siswa hebat, ia berhasil memperbaiki integritas siswanya yang mengutamakan kejujuran dalam belajar ilmu darinya.

Semoga nilai-nilai rapor bukan sekadar nilai 'hoax membangun' yang diberikan guru kepada siswanya, walaupun pastinya ada keterbatasan guru memberi nilai yang adil, karena tak dapat dipungkiri ada siswa yang malas belajar tapi sangat terampil dalam menyontek dan akhirnya meraih nilai tinggi di rapornya, tapi tentu hanya segelintir kasus demikian.

Dan, jika 'hoax membangun' merasuki dunia pendidikan kita, akan melahirkan generasi hoax, membuat dan menyebarkan hoax demi kepentingan diri dan golongannya. Kelak, akan ada orang tua yang kebingungan jika mendapati anak-anaknya yang dikenalnya pintar akademik (dilihat nilai rapor), tapi hanya menjadi sampah masyarakat, ternyata pintarnya hanya pencitraan.

Kita pun akan teringat dengan Dwi Hartanto. Ia pernah disebut sebagai “Penerus Habibie”, Presiden Ke-3 Indonesia dan salah satu tokoh dunia berpengaruh dalam bidang teknologi. Tapi ternyata semua yang dikatakan Dwi dalam berbagai kesempatan cuma klaim belaka.

Ia akhirnya mengklarifikasi hoax membangun atau upayanya membangun hoax untuk pencitraan dirinya, ternyata ia bukan lulusan Tokyo University, tetapi Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta dengan Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri.

Katakanlah tidak pada hoax mulai hari ini, ada atau tidaknya embel-embel membangun, karena suara hati akan selalu jujur, mungkin di luar terlihat sukses menggapai karir walaupun dibangun atas hoax atau kebohongan tapi dalam hatinya tak pernah tenang menikmati harinya, riuh tepuk tangan, terang sorot cahaya panggung, namun gelap cahaya Ilahi.
#cerminhidup
#hoaxmembangun

Kamis, 14 Desember 2017

GANTI NAMA GARA-GARA OSPEK

GANTI NAMA GARA-GARA OSPEK


Hari ke tiga OSPEK, aku bergegas setelah salat subuh, mandi melawan dingin dan kantuk sisa kelelahan kemarin ospek fakultas, hari ini adalah ospek jurusan, sudah terbayang kembali wajah-wajah sangar yang entah dibuat-buat para senior agar kami mahasiswa baru atau maba gentar tertunduk dan merendah asasi di hadapan mereka.

Belum banyak pete-pete (angkot) yang melewati rute ke arah kampus sepagi ini, mentari masih bersembunyi di kaki Timur cakrawala, semburatnya masih mengintip di balik awan, bagaikan keberanianku yang bersembunyi ketika di hadapan senior kemarin, ciut dilumat wajah sangar mereka, untung kakak lelakiku yang kuliah di kampus yang sama berkenan mengantar di jam tidurnya setelah salat subuh seperti biasa, aku yakin ia tahu akibat jika adiknya terlambat hadir saat ospek, apalagi kakakku mahasiswa Teknik yang sedari dulu ospeknya terkenal kejam, tak ada hak asasi bagi mahasiswa baru, maka pukul 6 aku sudah harus berada di kampus bersiap menerima perlakuan seenaknya dari senior.

Tiba tak jauh dari depan kampus, aku kemudian berjalan sedikit berlari menundukkan badan menuju kerumunan peserta dan panitia ospek, baju kuning, celana kain hitam serta jeriken air 2 liter jadi penanda bagi maba sesuai jurusanku, selain itu ada peserta ditugaskan berteriak-teriak seperti penjual pinggir jalan menjajakan jualan, menyebut nama jurusan agar maba yang lugu tak salah tempat berkumpul.

"Kenapa pakai kacamata?"tetiba senior menegur melihat kacamata riben yang kupakai.

"Naik motor tadi kak", kujawab sekenanya, mana ada pagi buta pakai kacamata gelap.

Ternyata kacamata riben tak lagi dipakai di ospek jurusan, hanya ospek fakultas dan aku lupa, pantas peserta lain sudah tak lagi tampak kaca mata riben tempo dulu dikenakan.

Kami kemudian berbaris sampai panitia memastikan tak ada peserta yang tertinggal, sambil para senior memeriksa perlengkapan ospek peserta yang sudah berbaris rapi sedikit gemetaran, serasa kaki tak kuat menopang, bukan karena dinginnya udara pagi dari hutan kampus, tapi rasa gentar di lubuk hati, jika perlengkapan kurang bersiaplah menerima hukuman, push up dan semacamnya.

Setelah semua lengkap, kami akhirnya menuju jurusan dengan berbaris bagai bebek dituntun majikan ke kandangnya, hanya bedanya, bebek sebegitu bebas mendongakkan kepala, bersahutan suara, sedang kami menunduk, mulut terkunci, seolah menghitung langkah gontai menuju tiang eksekusi, hanya kecamuk pikiran masing-masing membayangkan nasib di dalam cengkeraman senior.

Tiba di jurusan, prosesi ospek sekaligus pengkaderan awal maba di jurusan pun dimulai, mulai mengantri di depan baliho berukuran lebar dan tinggi hasil karya para senior, cukup bernilai seni walau hanya cat hitam dan putih berkombinasi indah, bergambar lentera dengan cahaya terang di tengah kegelapan, sesuai nama pengkadeean yang tertulis di bagian atas "LENTERA", mungkin filosofinya agar kami peserta pengkaderan kelak menjadi pencerah di kegelapan dunia nyata.

Satu persatu maju sesuai nomor induk mahasiswa melewati kolong baliho, sebelum lewat terlebih dahulu berdiri memandang takzim baliho besar itu, kemudian memperkenalkan nama lengkap beserta NIM masing masing dengan berteriak lantang, seolah semua penduduk kampus harus mendengar perkenalan kami dengan mereka, untung saja baliho terbuat dari tripleks, kalau kaca mungkin sudah pecah tak sanggup menahan teriakan kami yang membahana.

"NAMA SAYA MUHAMMAD RIDWAN, NIM GE TIGA SATUU SATUU KOSONG LIMAAA KOOSOONG DUAAA TUJUH", teriakanku lantang di urutan ke 27, kemudian berlalu menuju ruang majelis lantai 3 tempat pemberian materi pengkaderan berlangsung.

Persis di kaki tangga lantai 1, seorang senior yang sedang duduk bersama yang lain mencegatku, dengan tatapannya yang tajam, brewok tipis di pelipis dan jenggot tebal legam dipangkas pendek terawat rapi, berkulit sedikit gelap, menambah ciut hatiku, jantung sedari tadi berdegup kencang, gentar melihat banyak senior menatap tajam memandang rendah bagai singa kelaparan mendapat mangsa.

"hei kau, sini!" suara geramnya memecah fokus langkahku ingin segera sampai ke ruang majelis.

"Siapa namamu?" pertanyaan dasar tapi cukup membuat nyali seorang maba lugu sepertiku mengerut.

"Ridho kak", kujawab singkat lalu kembali tertunduk menatap lamat-lamat sepatu sang senior, jangan sampai tiba-tiba mendarat di dada, membuatku ngeri membayangkannya.

"Sama nama lengkapku ini kak, kosong dua tujuh juga NIM nya", celetuk salah satu senior berkacamata di sampingnya. Membuat pikiranku yakin nanti bakal dihabisi olehnya. Menurut cerita, senior tidak mau ada maba yang namanya sama.

"Kau kenapa berjenggot? potong itu besok!", pertanyaan sekaligus perintah senior berkulit gelap itu bersamaan meluncur, menghunjam gumpalan keyakinanku yang membiarkan lembaran-lembaran tipis jenggotku tumbuh alami. Sesuai yang kuyakini, jenggot adalah sunnah Nabi, maka merawatnya mendapat pahala.

Jenggotku memang mulai terlihat, walau masih tipis tapi sudah jelas menjadi pembeda dari peserta cowok lain yang kebanyakan tampil dengan roman muka klimis.

"Tumbuh sendiri kak" Jawabanku singkat tapi membuat senior brewok itu semakin menatapku tajam menguasai.

"Iyah saya tau, alasanmu apa tidak potong?"

"Mengikuti Sunnah Nabi kak", jawabku penuh yakin berusaha menguasai diri dalam gentar.

"Ah, mana dalilnya kalau jenggot sunnah nabi dan tidak boleh dipotong?" pertanyaannya membuatku terkesiap, tentu saja aku tak hafal dalilnya, yang kutahu itu sunnah nabi, itu saja.

"Peserta cepat, yang terlambat jalan jongkok naik tangga sampai masuk ruangan", tetiba panitia di lantai 3 berteriak meminta semua peserta bersegera ke ruangan. Menyelamatkanku dari cengkeraman senior berkulit gelap itu.

"Oke de' naikmi", senior itu menyuruhku beranjak, tak lagi berminat mengajakku debat yang hampir mati di skakmat olehnya.

Aku akhirnya bisa bernafas lega, walau sengal-sengal lari menaiki anak tangga menuju ruang majelis agar tidak terlambat, teman-temanku yang lain sudah mendahului hampir sampai.

Memasuki ruang majelis, kami semua duduk melantai, panitia atau pengurus lembaga sudah siap memberikan kami materi pembekalan mengenal dunia yang masih baru bagi kami. Aku yang terlambat paling terakhir masuk duduk bersila di depan daun pintu yang terbuka lebar, beberapa senior berdiri memperhatikan peserta, mungkin sedang memilih mangsa untuk dikerjai, atau mencari maba cantik untuk jadi korban retorika cinta senior.

Sebelum materi di mulai, panitia masih memberi arahan, mengatur duduk kami agar lebih rapi, di saat bersamaan senior-senior lain mulai jahil ke peserta.

Salah satu teman peserta berasal dari Bali kena, berperawakan tinggi dan lumayan tampan, mungkin senior cewek tertarik melihat wajah tampan lugu dikerjai mereka, disuruh menyanyi saat memperkenalkan nama dan asal daerahnya, setiap senior menyebut namanya maka ia harus bernyanyi memperenalkan diri, ketika sedang duduk maka harus langsung berdiri, seolah ada tombol remot kontrol dipegang senior.

Lain lagi dengan teman yang dari Jeneponto, berperawakan kecil, ringkih, berkulit gelap tak terawat, setiap kata keluar dari mulutnya mengundang tawa karena logat asli daerahnya yang kental. Ia bernasib malang karena nama belakangnya sama dengan salah satu senior, super senior karena sudah menjelang sarjana. Bahkan, ia dibuatkan nama khusus mirip pakaian dalam wanita berbentuk mangkok kembar dengan temali pengikat. Setiap nama buatan disebut sang senior, ia harus berjoget dan mendendang "santai" dari mulutnya, dengan penuh penjiwaan. Menikmati keucuan melihat kami dikerjai.

Aku yang lebih banyak tertunduk di samping pintu tak lepas dari kejahilan senior, apalagi senior tadi yang nyeletuk bahwa namanya sama denganku tepat di bawah bingkai pintu menatapku tajam bagai mendapat mangsa baru, untungnya ia berkacamata membuat tatapannya tak semenakutkan senior tadi yang mencegatku di tangga. Nama lengkapnya persis sama dengangku, bahkan NIM hanya dibedakan angkatan, ia senior 1 tahun di atas, sama-sama nomor urut 27.

"Siapa nama lengkapmu?", betanya ingin memastikan ia tak salah dengar ketika aku berteriak di depan baliho memperkenalkan diri.

"Muhammad Ridwan kak", jawabku tak berani menatap wajahnya.

"Ih sama namaku", tertawa memperdengarkan senior cewek berambut kriting diikat rapi disampingnya, jelas sekali kalau ikatnya dilepas bakal mengembang seperti bola besar.

"Ganti namamu kau nah", senior cewek kriting itu nyeletuk sambil menunjuk sejengkal dari wajahku yang mulai ciut.

"Iya, saya tidak mau sama namata, masa' sama nama, NIM juga sama Dua Tujuh" senior berkacamata menimpali.

"Kau harus ganti nama sekarang, saya hitung sampai 3, kalau tidak ada nama barumu, saya yang bikinkan nama", titahnya membuatku terjepit, apalagi membayangkan akan dibuatkan nama, jangan sampai nama aneh seperti kawanku dari Jeneponto, jangan, cukup sudah kebebasanku tercerabut, jangan lagi ditambah nama yang memalukan seperti pakaian dalam wanita.

"Satu, Dua, Ti..."

"Aco' kak", spontanitas kusebut nama baru untukku, nama khas Bugis Makassar untuk bayi laki-laki yang baru lahir dan belum diberi nama orang tuanya. Semoga nama itu tidak kubawa selama kuliah, karena aku sudah malas berganti nama, waktu SMA juga dibuatkan nama baru, memaksaku melupakan nama panggilan masa kecilku hingga SMP.

"Iyo nah aco' saja namamu", tertawa penuh kemenangan lalu beranjak dari depanku karena pemateri sudah memasuki ruang majelis.

Lega rasanya ditinggal senior yang sok kuasa itu, padahal kami hanya beda setahun, mungkin menikmati jadi senior baru di kampus setelah setahun tertindas para senior, akhirnya kami pun jadi pelampiasan dendam kesumat.

Materi berjalan dengan lancar, hingga hari mendekati sore kami merasa nyaman dan tak terkekang selama dalam ruangan, tapi saat keluar ruangan, saat kegiatan out dor kami seperti dilepas masuk ke kandang macan, bersiap dimangsa, tak berkutik, ciut bagai kelinci lucu dalam cengkeraman raja hutan.

Yah, ospek mirip hukum rimba, malang bagi kami karena maba adalah mangsa di tengah predator, walau itu hanya selingan bagi senior yang mempersiapkan kader mahasiswa pencerah bagai lentera di tengan kegelapan. Tak hilang penghormatan kami pada senior-senior yang begelut waktu dan tenaga demi suksesnya pengkaderan juniornya.
#lentera2005
#cerminhidup
#flppangkep

Rabu, 29 November 2017

MAU BELI RINSO DAIA ATAU RINSO TOTAL


Kebiasaan kalau pulkam bawa cucian menumpuk, maklum di Pangkajene tempatku air sangat terbatas. Siang tadi di kampung halaman Tondongkura, tumpukan cucian saya bawa ke rumah sepupu, di sana air melimpah, mesin cucinya keren, serba otomatislah.

Sebelumnya saya singgah dulu membeli detergen di toko klontong sekaligus rumah tetangga sepupuku,

"Tante mauka beli Rinso", sambil mataku menyapu pandang beberapa merk detergen yang dijualnya, yang sepertinya tak ada merk rinso setelah lamat-lamat saya perhatikan.

"Rinso apa?, Rinso Daia, Rinso Total?", dijawab si tante dengan menyebut detergen dengan sebutan 'Rinso' yang juga merk detergen juga.

"Total saja tante", kupilih saja merk itu karena mengingat nama kecamatanku Tondong Tallasa sering disingkat Total, jadilah saya menggunakan detergen (baca:rinso) Total.

Memang di kampung-kampung, brand merk sekelas Rinso sangat lekat di benak masyarakat, karena merk Rinso merupakan jenis detergen yang merevolusi sabunisasi mencuci pakaian dari sabun cuci colek ke sabun cuci bubuk.

Dulu semasa kecil, saya sangat senang kalau kemasan Kotak detergen Rinso yang ibuku beli, karena ada sendoknya yang ketika Rinsonya habis, sendoknya saya jadikan mainan helikopter, sambil membayangkan sedang naik helikopter berkeliling angkasa di atas lautan baskom air cucian. Ah, mungkin itu tercatat impian masa kecil yang tercapai kala naik helikopter Puma milik TNI AU Lanud Hasanuddin semasa mahasiswa.

Pulang dari rumah sepupu yang jaraknya cukup dekat, bersama istri berjalan kaki sambil saya gendong anak gadis kecilku Faah,

"Beliji tadi detergen Bi?", tanya istriku jangan sampai lupa dan pakai detergen sepupu mencuci pakaian.

"iyah, saya beli Rinso Total", sambil ketawa mengingat pengalaman tadi beli detergen.

Istriku pun menahan tawa, "iyah, kalau rinso itu detergenmi maksudnya.

Merk zaman dahulu, baik yang masih bertahan ataupun sudah tertelan zaman, memang cukup kuat terpatri, walapun banyak merk masa kini untuk berbagai jenis produk tetap saja kadang penamaan produk menggunakan merk sejenis.

Saya teringat dengan odol, dulunya adalah merk pasta gigi pada masa-masa penjajahan Belanda, past gigi ini berhasil menggeser pemakaian tumbukan batu bata ataupun buah pinang dalam menggosok gigi, kini pasta gigi lebih dikenal dengan sebutan odol, bahkan menjadi bahasa baku yang di dalam kamus bahasa Indonesia odol berarti tapal gigi atau pasta gigi.

Yah, semoga kejadian lucu membeli detergen hari ini menjadi pelajaran berharga, minimal kita bisa belajar bagaimana brand sebuah produk mengakar kuat karena menciptakan kebaruan, bukan menciptakan tiruan yang menjiplak.

Saya ingat kata dosen saya Pak Imam Mujahidin Fahmid, kala membawakan mata kuliah di Sosial Ekonomi Pertanian Unhas, kata beliau "berbeda tidak selamanya terbaik, tapi yang terbaik pasti berbeda".

Ah Rinso, kamu memang berbeda dengan sabun colek pada awalmu muncul.
#cerminhidup
#ridhoaltundungkury
#tondongkura_total


Rate

Senin, 20 November 2017

WANITA HEBAT DARI MACCOPA 1



Tulisan lama yang lolos proses review kaskus, sila dibaca.

WANITA HEBAT DARI MACCOPA

... Bercermin padanya, menginspirasi bagi anak-anaknya, lulusan pesantren yang tak hilang ilmu yang ditimbanya.

Mungkin karena ibu adalah alumni pesantren maka kami tak perlu disekolahkan di pesantren, cukup bekal kami dari ilmu agama yang diajarkan di rumah.

Tapi, sangat sulit seperti beliau, sabarnya luar biasa, mungkin karena kami hanya alumni pesantren kilat di sekolah dan kampus.
‪#‎cerminhidup‬
‪#‎sinyaldarilangit‬
https://m.kaskus.co.id/thread/5a10c95b1854f7e24b8b4590

Senin, 06 November 2017

TETES DARAH MENGALIRKAN HARAPAN


Sumber Foto : Tribunnews.com

Setiap tetes darah yang mengalir ke tubuh orang lain akan memberi manfaat dan harapan khususnya bagi pasien dan keluarganya, suatu waktu seorang senior menghubungiku dengan harapan agar dibantu mencarikan pendonor untuk keluarganya yang akan operasi di Rumah Sakit wahidin Sudirohusodo makassar,

“Assalamualaikum de’ Ridho, bisa bantu infokan ke teman-temanta’ saya lagi butuh pendonor buat keluarga yang mau operasi trus butuh darah A segera”.

“Waalaikumsalam kak, oh iya kak berapa kantong dibutuhkan? kebetulan saya golongan darah A trus sudah lebih 3 bulan saya belum donor darah”, jawabku kemudian menginformasikan kepadanya kalau saya bisa donor darah untuk keluarganya. Sejak mahasiswa memang sudah rutin donor darah, baik donor langsung saat ada pasien yang butuh, ataupun saat ada kegiatan donor darah yang diadakan organisasi kampus.

“Oh iya de’ kalau gitu saya tunggu bentar habis dhuhur di PMI Lanto Daeng Pasewang nah, sisa 1 orang tambahan karena 2 tadi sudah dapat”, saat itu jam menunjukkan Pukul 11 Siang waktu Makassar.

“oke kak InsyaAllah”

Sehabis salat Dhuhur di masjid Kampus Unhas saya kemudian meluncur ke kantor PMI Makassar di bilangan Jalan lanto Dg Pasewang dengan motor bebek jingga setiaku selama kuliah, sesampai di sana langsung menghubungi senior yang tadi menghubungiku.

“Assalamualaikum kak, adama di depan PMI”

“Waalaikumsalam de’, masukmi, saya adaji di dalam”

Daun pintu kaca riben kemudian saya dorong sesaat setalah senior menyuruhku segera masuk, di dalam sudah ada beliau, bersamanya seorang ibu paruh baya turut menyambutku dengan raut kegembiraan penuh harapan. Dalam waktu yang tidak lama saya akhirnya telah selesai mendonor dan dipersilakan ke ruang sebelah untuk makan alakadar pendonor seperti biasa, susu kotak, mie rebus beserta sebutir telur rebus. Setelah menyantapnya lahap kemudian pamit ke mereka kembali ke kampus karena ada jadwal kuliah.   

“Terima kasih banyak nak, saya tidak tau bagaimanami kalau tidak cukup darah didapat untuk operasi”, kata perempuan paruh baya keluarga seniorku dengan mimik wajah haru penuh syukur.

“iye’ tante, sama-sama, tabe saya jalan dulu, mari kak”, berpamitan sekalian ke senior yang berdiri berdampingan di depan loby kantor PMI.

Setelah dua hari kemudian, seniorku menelepon dan mengucap banyak terima kasih keluarga yang operasi kemarin katanya selamat, operasi oleh tim dokter Rumah Sakit Wahidin berlangsung lancar. Saya mengucap syukur Alhamdulillah, di lubuk hati membuncah kepuasan bathin telah menjadi bagian dari ikhtiar keluarga menyelamatkan jiwa pasien.


Sumber Foto : wn.com


Cerita di atas adalah pengalaman saya kala masih berstatus mahasiswa di Univesitas Hasanuddin, persoalan ketersediaan cadangan darah di Indonesia khususnya di Kota Makassar mengharuskan keluarga pasien turun tangan mencari pendonor demi menyelamatkan jiwa pasien, setiap tetes darah begitu berarti bagi harapan hidup pasien. Donor darah selain membantu pasien juga bermanfaat menjaga kesehatan bagi pendonor, ini dikarenakan setelah donor, volume darah akan berganti kurang dari 48 jam, dan darah yang baru akan lebih segar dan tentunya membuat tubuh lebih sehat.

Bagi pasien yang membutuhkan, mendapatkan donor darah 200-450 ml dapat menyelamatkan nyawa pasien. Ada beberapa kondisi pasien yang membutuhkan donor darah, seperti kecelakaan, transplantasi organ, serta yang memiliki penyakit kronis dan kritis seperti kanker, anemia, dan lain sebagainya

Ketersedian darah di Indonesia yang jauh dari angka ideal menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk mendonorkan darah masih rendah, Pengetahuan tentang manfaat donor darah yang minim menjadi salah satu penyebab rendahnya kegiatan sosial donor darah mengakar di masyarakat. Padahal manfaat donor darah ternyata bukan hanya pada penerima, tetapi juga bagi pendonor sendiri. Terutama bila mendonorkan darahnya secara rutin dan berkala, biasanya minimal 3 bulan rentang waktu berkala dilakukan donor darah.

Donor darah sangat bermanfaat bagi kesehatan di mana kesehatan kita ketahui merupakan kebutuhan dasar manusia, maka dari itu pemerintah harus mendorong kemajuan masyarakat dengan menggalakkan kegiatan yang mengedukasi masyarakat hidup sehat khususnya donor darah, selain itu pihak swasta tak boleh ketinggalan untuk berkontribusi nyata dalam masyarakat berkemajuan di bidang kesehatan.

Pentingnya kesehatan bagi masyarakat membuat Astra Group Makassar, kumpulan anak perusahaan PT Astra International Tbk yang berafiliasi (affiliated company atau Affco) punya program kesehatan khususnya di Kota Makassar. Program kesehatan adalah bagian penjabaran dari Public Contribution Roadmap Astra yang berkontribusi dalam pembangunan masyarakat.

Sumber Foto : Rakyatku.com


Hadirnya sektor swasta turut andil dalam pembangunan masyarakat khususnya kesehatan, membawa angin segar dalam peningkatkan kesejahteraan, di mana kesehatan dalam perspektif kebutuhan dasar masyarakat begitu berpengaruh dalam menjalani keseharian, bekerja dan dalam kehidupan sosial, yang tak lain menjadi bagian dalam peningkatan sumber daya manusia yang sehat jasmani dan rohani.

Salah satu program yang diladakan Astra di tengah-tengah masyarakat makassar adalah donor darah yang sudah rutin saban tahun dilaksanakan, bahkan hampir semua anak perusahaan rutin mengadakan kegiatan donor darah. Donor darah biasanya merupakan rangkaian kegiatan Astra dalam program kesehatan  digelar sebagai salah satu bentuk Corporate Social Responsiblity (CSR) Astra, biasanya menjadi rangkaian perayaan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) PT. Astra beberapa tahun belakangan.

Sumber Foto : isuzu-astra.com

Pada tahun 2017 ini, Astra genap berusia 60 tahun. Beberapa rangakaian kegiatan pun kembali mengagendakan donor darah di Makassar, menurut informasi aksi donor darah Astra akan dilaksanakan pada Hari Minggu, Tanggal 12 November 2017, bertempat di Pletaran Bank Permata Sudirman. Rencananya kegiatan akan berlangsung mulai Pukul 6:30 Wita.
Donor darah menjadi salah satu langkah ril bagi Astra ikut andil dalam meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya karyawan perusahaan untuk hidup sehat dengan donor darah, dan berkontribusi menambah persediaan darah di Kota makassar.


Kesehatan sebagai salah satu pilar CSR Astra menunjukkan bagaimana perusahaan menyadari bahwa kesehatan masyarakat sangat penting untuk menunjang keberlanjutan, baik individu, perusahaan, dan negara. Hal ini diimplementasikan dalam bentuk bantuan peningkatan kesehatan berupa beberapa program yang dilaksanakan Astra Grup.


Tulisan Ini Diikutkan Pada Lomba Blog Inspirasi 60 Tahun Astra
#Astra60Makassar

Jumat, 27 Oktober 2017

‘AIN DAN EPIDEMI BAHAGIA KEMAYAAN



Gelas kaca yang indah pun bisa pecah kala dipuji tanpa menyebut nama Allah, benda tak bernyawa, lalu bagaimana anak-anak kita, atau kita sendiri yang haus pujian dari unduhan foto di dinding rumah maya, panggung terbuka riuh tepuk tangan, sungguh godaan berat di media sosial berjejaring menghindari pintu masuknya penyakit 'ain melalui foto maupun semacamnya.

Penyakit ‘ain adalah penyakit pada badan maupun jiwa yang disebabkan oleh pandangan mata orang yang dengki, atau pandangan takjub/kagum yang tak disertai tutur hati asma Allah, sehingga dimanfaatkan oleh setan dan bisa menimbulkan bahaya bagi orang yang terkena.

'ain bisa terjadi pada siapa saja, tak memandang kita sedang bahagia atau sedih, tak memandang sudah menikah atau masih jomlo, dewasa maupun masih kanak, sekali Allah kehendaki ia pun menjadi takdir pasti.

Beberapa waktu lalu sempat baca berita online, medsos menjadi penyebab tertinggi angka perceraian (newsdotliputan6dotcom, 6 Oktober 2017). Kalau semata karena perilaku selingkuh salah satu pasangan seperti yang diberitakan wajar saja digugat cerai, tapi terkadang kesalahpahaman kecil jadi pemantik terbakarnya rumah cinta yang dibangun berpayah sejak ikatan suci bermula di depan penghulu. Dan, karena masalah sepele terkadang sulit mencari penyebab utama keretakan sebuah rumah tangga.

Bisa ada 'ain yang tak disadari, dari pandangan mata kekaguman tak diikuti nama Allah menyaksikan foto-foto unggahan di medsos menunjukkan pada warganet kebahagian suami istri sedang berlibur, sedang makan malam atau lebih dari itu kecupan sayang di depan cermin kamar, romantis dan tampak sempurna kebahagian yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Ain itu benar adanya, andaikan ada sesuatu yang dapat mendahului takdir maka ‘ain akan mendahuluinya, dan apabila kalian diminta untuk mandi maka mandilah.” [HR. Muslim dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma]

Nah, bahayanya 'ain karena tak tampak penyebabnya, boleh jadi anak-anak kita tiba-tiba saja menangis, demam, atau terjatuh dan terluka parah. Atau, kadang kala kita sakit, sesak misalnya, lalu memeriksakan diri ke dokter, tapi dokter tak menemu penyebab sakit yang diderita.

Bukan hanya sakit badan, jiwa pun bisa terkena 'ain, tetiba saja bersedih, gundah, hati gelisah, bahkan dari cinta menjadi benci, suami istri tiba-tiba bertengkar hanya persoalan sepele, maka jangan heran jika suami istri beradu ego di meja hijau bersidang cerai tapi tak tahu jelas alasan syar'i bercerai saat ditanya oleh sang hakim, di langit hati masing-masing masih bergelantung harap terus bersama, merajut kembali benang kebahagiaan.

Tentu tidak semua pandangan dimanfaatkan setan mengalirkan penyakit 'ain, tapi lebih baik membentengi diri dari musuh nyata yang telah Allah pastikan, tak mungkin musuh memberi kebaikan, apalagi bukan sembarang musuh, tapi musuh dunia akhirat.

Era yang semakin canggih membuka ruang seluas-luasnya bagi kita menjembatani setan mengirimkan keburukan dari pintu 'ain, media sosial daring begitu berpengaruh pada interaksi sesama melalui komunikasi jaringan komputasi nirkabel, gambar dengan mudah terkirim, ribuan gambar menyatu dan tercipta video yang bisa disaksikan dari belahan dunia lain, hampir tak ada lagi jarak dan waktu jadi pemisah di era informasi digital.

Era informasi sedikit banyak memengaruhi perubahan gaya hidup atau live style secara drastis, dulunya kebahagiaan cukup dinikmati bersama di lingkungan rumah tangga, atau kala sedang berkumpul dengan keluarga besar, orang lain tak punya akses menyaksikan kebahagiaan keluarga di ruang-ruang keluarga, ruang pesta dan sebagainya. Kini, begitu mudah kita menyaksikan kebahagiaan orang lain, bahkan sampai urusan kebahagiaan dalam kamar. 

Hadirnya media sosial berbasis jaringan internet memudahkan manusia saling berhubungan jarak jauh, memudahkan tersebarnya informasi untuk diketahui khalayak, aktifitas keseharian dapat diunggah dan disaksikan oleh jutaan orang dalam waktu singkat. Sungguh kecanggihan yang tak dapat dielakkan.

Namun, kecanggihan teknologi yang berjuta manfaat tak bisa diharapkan terbebas dari dampak negatif, khususnya bagi yang menggunakan teknologi dengan tidak bijak, dimana kebebasan berinteraksi yang tak terbatas membuka peluang terjadinya kejahatan disadari maupun tidak, yang terlihat maupun gaib.

Hadirnya media sosial tak hanya memudahkan mencapai kesuksesan dan kebahagian, tetapi juga melegitimasi kebahagian, kesenangan, perasaan gembira menjadi bukan lagi milik kita seorang, perlu mengabarkan ke orang lain dan menunggu tanggapan balik agar kebahagiaan menjadi sempurna.

Kita perlu berhati-hati dan bijak menggunakan media sosial, tak semua harus orang lain saksikan, tak semua mesti butuh perhatian dari orang lain, menikmati kebahagian misalnya bersama suami atau istri yang sudah menikah, kecantikan atau keelokan paras anak-anak atau yang dicinta, tak usah diperlihatkan guna menambah kebanggaan dan kebahagiaan.

Mengabarkan kegembiraan, baik karena mendapatkan kesuksesan maupun kebanggaan atas anugerah diri dari segi fisik menjadi epidemi penjangkitan bahagia tak sempurna, ada denting keresahan bergantung bagaimana respon dari orang lain. Akhirnya bahagia kemayaan bukan hanya melegitimasi kabahagiaan menjadi kuasa orang lain, tapi juga membuka celah pandangan mata dimanfaatkan setan menjadi katalisator penyakit ‘ain menjangkiti.

Sekilas ini terkesan mengada-ada atau sulit diterima oleh akal, akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa ‘ain adalah nyata dan ada. Olehnya itu lebih baik berhati-hati, mengunggah gambar diri di medsos sebaiknya untuk hal-hal yang seharusnya, karena kita tidak tahu dari pandangan siapa yang menimbulan penyakit ‘ain, semoga keselamatan dan kesehatan senantiasa Allah anugerahkan.
#cerminhidup
#sinyaldarilangit